BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang
melibatkan interaksi antara peserta didik dengan lingkunganya yang dikembangkan
melalui aktivitas jasmani untuk meningkatkan keterampilan motorik dan
mengembangkan nilai-nilai yang mencakup aspek kognitif, afektif, serta
nilai-nilai sosial seperti saling menghargai, kerjasama, berkompetisi dengan
sehat, tidak kenal lelah, dan pantang menyerah. Pendidikan jasmani lebih
mengutamakan untuk memperoleh pengalaman gerak yang lebih banyak sehingga siswa
dapat menambah tabungan gerak yang bermanfaat bagi kehidupannya. Pendidikan
jasmani beroriantasi pada pembudayaan gerak bagi peserta didik sehingga
kebugaran jasmani dapat tercapai. Pendidikan jasmani tidak dapat disamakan
dengan pendidikan olahraga.
Pendidikan jasmani sangat berbeda dengan pendidikan
olahraga. Pendidikan jasmani lebih menekankan pada tercapainya pendidikan
sedangkan pendidikan olahraga lebih menekankan pada pencapaian suatu prestasi
olahraga. Dalam pendidikan jasmani peserta didik diarahkan untuk pengembangan
kepribadian dan karakter sehingga arah pelaksanaannya adalah untuk memberikan
pengalaman gerak bagi peserta didik sedangkan pendidikan olahraga lebih
diarahakan pada penguasaan teknik dasar sehingga arah pelasanaannya adalah
peserta didik menguasai teknik dasar dari salah satu cabang olahraga.
Pendidikan jasmani dalam pelaksanaanya tidak menggunakan kegiatan yang bersifat
baku sehingga terdapat modifikasi-modifikasi sehingga lebih dapat menyesuaikan
dengan peserta didik sedangkan pendidikan olahraga dalam pelaksanaanya
menggunakan kegiatan yang baku sehingga kegiatannya hanya bertumpu pada cabang
yang difokuskan. Namun dalam pelaksanaan pendidikan jasmani kita justru
disamakan dengan pendidikan olahraga.
Pendidikan jasmani di Negara kita nyatanya masih jauh
dari harapan untuk membudayakan gerak dan menambah tabungan gerak untuk peserta
didik. Dalam pelaksanaannya di lapangan pendidikan jasmani lebih mengarah pada
pendidikan olahraga. Materi yang diajarkan tidak menjadikan peserta didik lebih
antusias pada pembelajaran dan menyenangi kegiatan pembelajaran justru peserta
didik merasa bosan dan keberatan untuk melakukan. Hal ini dikarenakan guru
memberikan materi daam bentuk penguasaan teknik dasar. Misalnya, dalam materi
bola voli pembelajaran passing bawah guru memberikan kegiatan yang berupa
passing secara langsung sehingga anggapannya guru memaksakan agar peserta didik
bisa menguasai teknik dasar passing bawah. Hal tersebut terlihat bahwa guru
tidak memberikan materi yang disesuaikan dengan perserta didik dan tidak
mengembangkan aspek kepribadian siswa dalam pembelajaran. Seperti yang di
ungkapkan oleh (Mahendra, 2006) bahwa secara tidak disadari, profil guru
Pendidikan jasmani pun berubah dari yang semula santun dan bersifat mengasuh,
bergeser menjadi profil keras dan angker serta menyepelekan kepribadian anak. Dalam
kondisi tersebut, guru hanya menetapkan satu kriteria keberhasilan, yaitu
ketika gerakan yang dilakukan anak sesuai dengan teknik dasar yang sudah
dibakukan. Untuk itu perlu adanya pembaharuan dan pengembangan terhadap
pelaksanaan pendidikan jasmani.
Pelaksanaan pendidikan jasmani perlu adanya
pengembangan kearah tercapainya tujuan. Pembudayaan gerak dan menambah tabungan
gerak menjadi pokok utama yang mendasari pengembangan pendidikan jasmani. Dalam
pendidikan jasmani utamanya adalah anak merasa senang, anak bergerak dan
berkeringat, anak belajar gerak, serta anak disiplin dalam pembelajaran.
Keempat hal inilah yang harus menjadi acuan guru pendidikan jasmani dalam
melaksanakan pembelajaran. Dalam hal ini pengembangan dalam pendidikan jasmani
dalam bentuk pembelajaran yang lebih efektif sangat dibutuhkan guna memenuhi
keempat kriteria si atas. Pengembangan tersebut berupa penyesuaian kegiatan
dengan kemampuan siswa sehingga tidak ada sifat memaksa dalam kegiatan
tersebut. Pembelajaran yang dilaksanakan dapat dimodifikasi dalam bentuk
permainan sehingga siswa akan lebih berminat dan senang dalam pembelajaran dan
pada akhirnya siswa akan lebih banyak bergerak serta pengalaman gerak mereka
akan semakin bertambah. Oleh karena itu penulis menyusun sebuah makalah yang
membahas tentang pengembangan pendidikan jasmani yang lebih efektif.
Dalam makalah yang berjudul “Modernisasi Pendidikan
Jasmani di Indonesia“ membahas beberapa hal yang berhubungan dengan pembaharuan
yang terjadi dalam pendidikan jasmani. Pada bagian pertama dijelaskan tentang pengertian
dari pendidikan jasmani. Selanjutnya kita mengingat kembali konsep pendidikan
jasmani terdahulu/lama untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan
jasmani yang dahulu. Kemudian bagian berikutnya juga akan dibahas konsep
pendidikan jasmani yang baru untuk mengetahui penyesuaian pelaksanaan
pendidikan jasmani pada konteks yang sekarang. Pada bagian akhir akan
dijelaskan tentang pengembangan pendidikan jasmani termasuk di dalamnya
pembahasan tentang pelaksanaan pendidikan jasmani di lapangan saat ini. Tak
lupa juga strategi pengembangan pendidikan jasmani sebagai acauan pengembangan
untuk kedepannnya. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman pada guru khususnya guru pendidikan jasmani dalam melaksanakan
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari pendidikan jasmani?
2.
Apa konsep pendidikan jasmani yang dahulu/lama?
3.
Apa konsep pendidikan jasmani yang
sekarang/baru?
4.
Bagaimana pengembangan pendidikan jasmani di
Indonesia?
5.
Apa strategi pengembangan pendidikan jasmani di
Indonesia?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dari pendidikan jasmani.
2.
Mengetahui konsep pendidikan jasmani yang
dahulu/lama.
3.
Mengetahui konsep pendidikan jasmani yang
sekarang/baru.
4.
Memahami pengembangan pendidikan jasmani di
Indonesia.
5.
Mengetahui strategi pengembangan pendidikan
jasmani di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan
dengan menggunakan aktivitas fisik, permainan, dan olahraga sebagai sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan. J.B Nash dalam Simanjutkan berpedapat bahwa
pendidikan jasmani sebagai sebuah aspek
dari proses pendidikan keseluruhan dengan menggunakan/ menekankan pada
aktivias fisik yang mengembangkan fitness, fungsi organ tubuh, control
neuro-muscular, kekuatan intelektual dan pengendalian emosi. (Simanjutkan & dkk, 2010). Pendidikan
jasmani merupakan pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik
dengan lingkunganya yang dikembangkan melalui aktivitas jasmani untuk
meningkatkan keterampilan motorik dan mengembangkan nilai-nilai yang mencakup
aspek kognitif, afektif, serta nilai-nilai sosial seperti saling menghargai,
kerjasama, berkompetisi dengan sehat, tidak kenal lelah, dan pantang menyerah. Pendidikan
jasmani menjadi pondasi untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan jasmani tidak dapat terpisah dari tujuan
pendidikan pada umumnya dan selalu menjaga keseimbangan antara pengembangan
jasmani dan rohani. H. J. S. Husdarta (2009: 17) mengemukakan pendidikan
jasmani merupakan bagian penting dari proses pendidikan. Artinya pendidikan
jasmani bukan hanya dekorasi atau ornament yang ditempel pada program sekolah
sebagai alat untuk membuat anak sibuk. Tujuan pendidikan jasmani adalah
pengembangan optimal sesuai dengan kemampuan, minat dan kebutuhan yang peserta
didik dan arahnya kepada perkembangan aspek-aspek fisik, mental, dan sosial
pada setiap peserta didik. Pedidikan jasmani juga bertujuan untuk menanamkan
nilai-nilai sosial kepada peserta didik.
Nilai-nilai sosial pendidikan jasmani dapat dilihat
dari peranannya sebagai sarana untuk mendidik bagi perserta didik. Dalam
pendidikan jasmani diajarkan nilai kerjasama, solidaritas, saling menghargai,
sportivitas serta membina fisik, mental, emosi, dan sosial individu kearah yang
positif. Nilai-nilai sosial dapat ditanamkan melalui pendidikan jasmani dalam
setiap kegiatan olahraga permainan. Proses penanaman nilai-nilai tersebut terjadi
dalam kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di
sekolah.
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang
diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai
pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang
dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan
untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus
membentuk pola hidup sehat dan bugar.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan
media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan
motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitasl-sosial),
serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan
dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang. Seperti yang diuraikan
Rusli Lutan (2001: 18), bahwa pendidikan jasmani sebagai sebuah subjek yang
penting bagi pembinaan fisik yang dipandang sebagai mesin dalam konteks
pendidikan jasmani yang mengandung isi pendidikan melalui aktivitas jasmani.
B. Konsep Pendidikan Jasmani yang
Dahulu/Lama
Merupakan konsep yang bersifat otoriter, guru
merupakan sumber dari segala sesuatu yang berhubungan dengan pengajaran baik
dari pembuatan RPP dan Silabus serta dalam proses pembelajaran yang cenderung memaksa
siswa secara terus menerus yang dapat mengakibatkan siswa kurang aktif, kurang kreatif
dan manjadi lebih manja sehingga siswa tidak mandiri pada saat berada di
tingkat yang lebih tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh sejarah pengembangan
Pendidikan Jasmani di masa lampau.
Jika kita melihat pada perspektif sejarah,
maka dapat dimaklumi bahwa kualitas pendidikan jasmani di Indonesia dalam
bentuknya yang sekarang. Melihat konteks sejarah perkembangan pendidikan
jasmani dan olahraga nasional kita, dapat diduga bahwa telah terjadi perubahan anggapan
Pendidikan jasmani di masa lalu, yang terjadi pada tahun 60-an. Kala itu, para pendahulu
bangsa kita mencoba memanfaatkan olahraga sebagai alat strategis dan sekaligus
politis untuk keluar dari rasa rendah diri sebagai bangsa yang baru merdeka
setelah sekian abad terjajah. Keyakinan yang berkembang adalah bahwa olahraga
dapat menjadi bukti bahwa bangsa kita memiliki potensi dan kemampuan yang sama
dengan bangsa lain, yang ditunjukkan melalui bisa berkiprahnya bangsa Indonesia
dalam berbagai event olahraga regional dan internasional. Anggapan tersebut
pada akhirnya mempengaruhi keyakinan dalam pelaksanaan Pendidikan Jasmani di
Sekolah.
Dengan kepercayaan tersebut, penjas di
sekolah-sekolah bukan lagi sebagai alat pendidikan, melainkan menjadi alat
untuk membantu gerakan olahraga sebagai penegak bangsa, agar lebih banyak lagi
bibit-bibit atlet yang bisa dipersiapkan. Akibatnya, seperti yang dapat kita
saksikan sekarang, Dikjas kita lebih bernuansa pelatihan olahraga daripada
sebagai proses sosialisasi dan mendidik anak melalui olahraga. Demikian kuatnya
keyakinan dalam bentuk pelatihan olahraga dalam Penjas kita, sehingga dewasa
ini keyakinan tersebut masih kuat digenggam oleh para guru Pendidikan Jamani.
Dalam kondisi demikian, pembelajaran sering berubah menjadi aktivitas yang
dalam kategori program yang tidak membantu perkembangan peserta didik melalui
latihan.
Dengan keyakinan yang salah tersebut, program
olahraga dalam pelajaran pendidikan jasmani lebih menekankan pada pembibitan atlet
usia dini. Alasannya cukup jelas, penggunaan olahraga di sekolah bukanlah
dipandang sebagai alat pedagogis, melainkan lebih dihargai sebagai alat
sosialisasi olahraga kepada siswa. Sebagai konsekuensinya, ruang lingkup pendidikan
jasmani menjadi menyempit seolah-olah terbatas pada program memperkenalkan anak
pada cabang olahraga. Ketika guru menggeser pola pembelajaran menjadi pola
pelatihan, maka tugas gerak dan ukuran keberhasilannya pun bergeser menjadi
keterampilan dengan kriteria yang kaku dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan
dan kemampuan anak. Seperti yang dijelaskan (Mahendra, 2006) secara tidak
disadari, profil guru Penjas pun berubah dari yang semula santun dan bersifat
mengasuh, bergeser menjadi profil keras dan angker serta menyepelekan
kepribadian anak. Dalam kondisi tersebut, guru hanya menetapkan satu kriteria
keberhasilan, yaitu ketika gerakan yang dilakukan anak sesuai dengan teknik
dasar yang sudah dibakukan. Hanya sedikit anak yang biasanya mampu menguasai
keterampilan dengan kriteria tersebut, sehingga anak yang lain masuk ke dalam
kelompok yang gagal. Akibatnya, dalam proses pembelajaran, anak akan lebih
banyak merasakan pengalaman gagal daripada pengalaman berhasil. Hal ini menjadi
ancaman serius bagi pembelajaran pendidikan jasmani.
Ancaman malpraktek program pendidikan jasmani di sekolah
nampaknya semakin potensial dalam masa-masa pengimplementasian kurikulum Penjas
2004, yang juga disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mayoritas guru
Penjas hingga kini masih belum mengetahui secara menyeluruh tentang pengertian
dan implementasi KBK dalam prakteknya. Demikian juga kasusnya dengan Kurikulum
2006 atau yang lebih dikenal sebagai Standard Isi atau KTSP. Di samping hanya
memasukkan materi kesehatan ke dalam ruang lingkupnya, standar isi inipun adalah
sebagai kurikulum imitasi dari KBK. Tidak ada pembaharuan apapun di dalamnya,
di samping lebih memepeluas kemungkinan kebingungan di antara guru-guru.
C. Konsep Pendidikan Jasmani yang Sekarang/Baru
Selama ini masih banyak para guru pendidikan jasmani
yang menggunakan metode pembelajaran pendidikan jasmani dengan menggunakan
metode pelatihan olahraga dalam kegiatan pembelajaran. Dalam metode pelatihan
olahraga lebih menekankan pada keterampilan gerak yang bertujuan untuk
meguasai gerak sebaik mungkin untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Dalam
metode ini tujuan pendidikan jasmani secara keseluruhan tidak akan tercapai
dengan baik. Karena banyak aspek dari tujuan pendidikan jasmani yang terabaikan
dan tidak dikuasai oleh anak didik.
Pendidikan jasmani ada karena dalam pendidikan di
sekolah, anak perlu aktivitas-aktivitas yang berdampak pada kebugaran jasmani
yang dimana tidak didapatkan pada mata pelajaran lain. Anak perlu aktivitas
fisik yang sehat dan teratur yang didapat baik di sekolah maupun di rumah dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan jasmani membekali anak didik untuk dapat
melakukan kegiatan tersebut di masyarakat serta mengetahui pentingnya aktivitas
fisik bagi kesehatan.
Pendidikan jasmani juga mengembangkan keterampilan
gerak anak. Selain itu peningkatan kecakapan gerak yang benar, efektif, dan
otomatis dapat menunjang kelancaran anak dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui standar kompetensi yang terdapat pada pendidikan jasmani diharapakan
anak didik memiliki tingkat kebugaran jasmani yang tinggi. Materi-materi yang
disajikan dalam pendidikan jasmani juga diharapkan dapat meningkatkan
kedisiplinan, penetapan tujuan yang realistis, kerjasama tinggi, jiwa
kepemimpinan, melakukan tindakan yang berguna, mengurangi stress, dan
memperkuat hubungan antar teman pada peserta didik. Aktivitas fisik yang dilakukan dalam
penjasorkes juga betujuan untuk selalu menghindari sikap atau tindakan yang
ekstrim (moderat) pada anak didik.
Melalui aktivitas fisik yang dilaksanakan di sekolah
diharapkan dilaksanakan juga oleh anak didik dimasyarakat. Karena melalui
aktivitas fisik yang dilakukan, diharapkan dapat mengurangi timbulnya beberapa
penyakit seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker usus, diabetes
melitus dan masalah obesitas. Keterlibatan semua anak didik dalam kegiatan pendidikan
jasmani , diharapkan dapat meningkatkan keyakinan diri untuk terus terlibat
dalam olahraga yang rutin.
Guru juga harus menerapkan urutan kurikulum yang
direncanakan secara progresif untuk membangun dan mengembangkan pengalaman
baru. Selain itu fasilitas dan perlengkapan harus memadai dalam setiap kegaitan
pembelajaran pendidikan jasmani dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan
anak. Selain itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran haruslah menyenangkan anak
didik agar pengembangan afektif, kognitif, psikomotor, dan fisik dapat
berlangsung bersamaan. Pengenalan semua gerakan pada masa usia perkembangan
menentukan kecakapan anak dalam membuat keputusan tentang olahraga yang mereka
senangi pada saat dewasa.
D. Pengembangan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
di Indonesia
Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh
guru-guru penjas belakangan ini adalah: "Apakah pendidikan jasmani?"
Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh pihak yang paling berhak
menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena pada waktu
sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru pendidikan jasmani,
melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul
perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia,
dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam kurikulum
1984, menjadi pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dalam
kurikulum1994. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama
itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal kedua
istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula.
Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan jasmani?
Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat
gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan,
permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik.
Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat
berupa keterampilan fisik dan motorik, keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah, dan bisa juga keterampilan emosional dan sosial. Karena
itu, seluruh kegiatan pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga di atas
lebih penting dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih
metode, melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta mengutamakan interaksi
murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Sedangkan pendidikan olahraga adalah
pendidikan yang rnembina anak agar menguasai cabang-cabang olahraga tertentu.
Kepada murid diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai
keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah hasil dari
pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak menjalani
pembelajarannya yang ditekankan pada tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan
inilah yang terkadang menjadi kesalahan dalam mengartikan pendidikan jasmani.
Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan jasmani
adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika
siswa harus belajar bermain sepak bola, mereka belajar keterampilan teknik sepak
bola secara langsung. Teknik-teknik dasar dalam pelajaran demikian lebih
ditekankan, sementara tahapan tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan
anak kurang diperhatikan, kejadian tersebut merupakan salah satu kelemahan
dalam pendidikan jasmani kita. Anak yang sudah terampil biasanya dapat menjadi
contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demonstrasi
temannya yang sudah mahir tadi. Dalam salah satu gaya mengajar memang
menekankan pada kegiatan tersebut tapi dalam pelaksanaannya masih
menitikberatkan pada penguasaan teknik dasar bukan pada proses yang dijalani
siswa. Namun sebenarnya pendidikan jasmani kita diharapkan tidak seperti yang
di atas.
Pendidikan jasmani tentu tidak bisa dilakukan dengan
cara demikian. Pendidikan jasmani adalah suatu proses yang terencana dan
bertahap yang perlu dibina secara hati-hati dalam waktu yang diperhitungkan.
Bila orientasi pelajaran pendidikan jasmani adalah agar anak menguasai
keterampilan berolahraga, misalnya sepak bola, guru akan lebih menekankan pada
pembelajaran teknik dasar dengan kriteria keberhasilan yang sudah ditentukan.
Dalam hal ini, guru tidak akan memperhatikan bagaimana agar setiap anak mampu
melakukannya, sebab cara melatih teknik dasar yang bersangkutan hanya dilakukan
dengan cara tunggal. Beberapa anak mungkin bisa mengikuti dan menikmati cara
belajar yang dipilih guru tadi. Tetapi sebagian lain merasa selalu gagal,
karena bagi mereka cara latihan tersebut terlalu sulit, atau terlalu mudah.
Anak-anak yang berhasil akan merasa puas dari cara latihan tadi, dan segera
menyenangi permainan sepak bola. Lain lagi dengan anak-anak lain yang
kurang berhasil? Mereka akan serta merta merasa bahwa permainan sepak bola
terlalu sulit dan tidak menyenangkan, sehingga mereka tidak menyukai pelajaran
dan permainan sepak bola tersebut. Apalagi ketika mereka melakukan latihan yang
gagal tadi, mereka selalu diejek oleh teman-teman yang lain atau bahkan.
Anak-anak dalam kelompok gagal ini biasanya mengalami perasaan negatif.
Akibatnya, anak tidak bisa berkembang dan anak cenderung menjadi anak yang
rendah diri. Namun hal tersebut dapat diatasi melalui pembelajaran pendidikan
jasmani yang lebih efektif.
Melalui pembelajaran pendidikan jasmani yang efektif,
semua kecenderungan tersebut bisa dihapuskan, karena guru memilih cara agar
anak yang kurang terampil pun tetap menyukai latihan memperoleh pengalaman sukses.
Di samping guru membedakan bentuk
latihan yang harus dilakukan setiap anak, kriteria keberhasilannya pun
dibedakan pula. Untuk kelompok mampu kriteria keberhasilan lebih berat dari
anak yang kurang mampu, misalnya dalam pelajaran lempar lembing di tentukan: melempar
sejauh 5 meter untuk anak mampu melakukan, dan hanya 3 meter untuk anak kurang
mampu melakukan.
Gambar 1. Pembelajaran Lemapar Lembing
(http://www.boyolalipos.com/2012/lempar-roket-327522)
Dengan cara demikian, semua anak merasakan apa yang disebut perasaan
berhasil, dan anak makin menyadari bahwa kemampuannya pun meningkat, seiring dengan
seringnya mereka mengulang-ulang latihan.
E. Strategi
Pengembangan Pendidikan Jasmani di Indonesia
Pendidikan jasmani
dalam pelaksanaannya harus tersusun rapi dalam sebuah program yang sistematis
dan berkelanjutan. Program tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan peserta
didik untuk meningkatkan kebugaran dan menambah tabungan gerak. Karena itu
dibutuhkan strategi pengembangan yang mencakup beberapa aspek sebagai berikut:
1.
Kembangkan program yang
menekankan pada penyediaan pengalaman gerak yang disenagi peserta didik dalam jangka waktu
yang panjang. Program tersebut dapat diterapkan dalam bentuk
permainan-permainan yang menyenangkan sehingga peserta didik lebih antusias
yang tingga terhadap pembelajaran. Dengan antusiasme peserta didik dalam
belajar gerak maka pengalaman gerak yang dirasakan akan semakain bervariasi. Misalnya
materi lompat tidak perlu diberikan teknik melompat yang benar namun dapat
melalui permainan lompat kardus sehingga siswa akan merasa tidak terbebani
dengan tugas yang mereka berikan. Karena itu, jangan memberikan materi yang
mengharuskan siswa menguasai materi tersebut tetapi anak bisa memperoleh
pengalaman gerak yang lebih banyak.
2.
Bantulah siswa untuk menguasai
keterampilan gerak dan kembangkan penilaian diri yang positif bahwa siswa dapat
menguasai keterampilan tersebut. Biarkan siswa melakukan sesuai kemampuan yang
dimiliki dan jangan memberikan patokan yang terlalu memberatkan bagi siswa.
Siswa yang belum mampu melakukan jangan dipaksakan untuk bisa. Bantus siswa
tersebut dengan pentahapan gerak dan pengulangan yang lebih banyak. Sebagai
contoh, bagaimana melakukan pemanasan yang benar sebelum berlatih, bagaimana
melakukan stretching yang aman dan efektif; atau bagaimana memainkan suatu
cabang olahraga dengan memuaskan dan mendatangkan kesenangan.
3.
Berikan kesempatan yang lebih luas
dan merata sehingga semua semua siswa merasakan setiap kegiatan yang dilakukan
dalam pembelajaran secara adil. Kesempatan yang diberikan kepada setiap siswa
harus sama sehingga mereka tidak merasa di bedakan dengan siswa lain. Program
yang diterapkan jangan memberikan kesempatan yang lebih pada siswa yang mampu
melakukan karena hal tersebut dapat menimbulkan rasa kurang percaya diri pada
siswa yang belum mampu melakukan. Kesempatan yang ada diusahakan agar siswa
memanfaatkannya dengan baik sehingga penyusunan program yang baik sangat
diperlukan oleh guru dalam pelaksanaannya agar kesempatan yang diberikan tidak
di gunakan dengan percuma oleh siswa.
4.
Berilah program yang dalam
pelaksanaanya siswa belajar keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dalam
kehidupannnya sehingga program yang diberikan bukan hanya untuk kepentingan
jasmani, seperti kebugaran, tetapi juga untuk perkembangan sosial, dan
keterampilan yang diperlukan untuk menjalani kehidupannnya (berbasis life skill) sehingga siswa
mengaplikasikan kegiatan yang mereka lakukan dalam pembelajaran ke dalam
kehidupan sehari-harinya. Keterampilan itu antara lain, mengatasi masalah,
memotivasi diri, meredam emosi, merencanakan sesuatu, dan lain-lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pelaksanaan pendidikan jasmani masih mengarah pada pelaksanaan pendidikan
olaharaga sehingga lebih menekankan pada penguasaan teknik dasar padahal yang
sebenarnya adalah pendidikan jasmani lebih menekankan pada pemberian pengalaman
gerak pada peserta didik. Selain itu pendidikan jasmani lebih menitikberatkan
pada pembudayaan gerak sehingga nantinya kegiatanya dapat diaplikasikan dalam
kehidupan nyata. Hal tersebut terlihat pada konsep baru dalam pendidikan
jasmani yang ingin menjadikan siswa senang, berkeringat, belajar gerak dan
disiplin dalam pembelajaran. Oleh karena itu pembaharuan dalam pelaksanaan
pendidika jasmani perlu dilakasanakan agar pendidikan jasmani tidak menjadi
seperti latihan olahraga. Pembaharuan tersebut berupa pemberian materi yang
disesuaikan dengan kemapuan dan latar belakang peserta didik. Penekanan pada
tercapai empat hal di atas juga menjadi prioritas dalam pengembangan pendidikan
jasmani di Indonesia.
B. Saran
Dari uraian di atas diharapkan penyelenggaraan pendidikan
jasmani tidak disamakan dengan latihan olahrga yang menekankan pada penguasan
teknik dasar karena siswa akan merasa bosan dengan kegiatan yang sifatnya baku.
Diharapkan pendidikan jasmani kedepannya bisa menyesuaikan dengan kebutuhan
siswa untuk menambah pengalaman gerak dan menambah tabungan gerak. Dengan
memahami konsep baru dan pengembangan pendidikan jasmani diharapkan pendidikan
jasmani dapat menjadi sarana yang paling efektif untuk membudayakan gerak
kepada peserta didik sehingga dapat aktivitas dalam pendidikan jasmani
diaplikasikan di kehidupan nyata. Pada akhirnya diharapkan dengan makalah ini
dapat menjadi rujukan yang mendukung dalam menjadikan pendidikan jasmani kearah
penyesuaian dengan konteks saat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Simanjutkan, v. G., & dkk. (2010). Pendidikan Jasmani dan
kesehatan. Jakarta: Dikti.
Husdarta H. J. S., 2009. Manajemen Pendidikan Jasmani. Bandung. Penerbit
Alfabeta Bandung.
Lutan, Rusli. 2001. Mengajar Pendidikan Jasmani Pendekatan Pendidikan
Gerak Di Sekolah Dasar. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional DIJDASMEN.
Mahendra, Agus, dkk. (2006). Implementasi Movement-Problem-Based Learning
Sebagai Pengembangan Paradigma Reflective Teaching Dalam Pendidikan Jasmani:
Sebuah Community-Based Action Research Di Sekolah Menengah Di Kota Bandung.
Laporan Penelitian. UPI. Bandung.
Nugraha, B.A. 2012. Lempar Roket.
(Online), (http://www.boyolalipos.com/2012/lempar-roket-327522), diakses tanggal
17 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar