BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Permainan tradisional
merupan permainan yang sudah sejak lama ada di kehidupan masyarakat Indonesia.
Permainan tradisional merupakan permainan yang diwariskan dari leluhur.
Permainan tradisional dimainkan oleh para pendahulu sebagai sarana rekreatif
untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional merupakan permainan yang
sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusun untuk memainkannnya.
Perlengkapan dan persiapan yang dilakukan juga sangat sederhana dan tidak memerlukan
biaya yang cukup besar. Peraturan yang ada dalam permainan tradisional juga
sederhana.
Permainan tradisional
memiliki peraturan yang sangat sederhana dan mudah dimengerti. Peraturan dalam
permainan tradisional di susun berdasarkan kesepakatan dari para pemain
sehingga tidak ada aturan baku dalam permainan tradisional. Peraturan
dikembangkan sesuai dengan keinginan dan penyesuaian terhadap peserta.
Peraturan yang berasal dari masukan-masukan perserta di rundingkan bersama-sama
sehingga tidak ada yang merasa keberatan dengan peraturan permainan. Peserta
akan merasa mudah dan senang dalam melakukan permainan tradisional tersebut.
Peserta dalam permainan
tradisional secara tidak langsung akan merasakan dampak dari kegiatan yang
mereka lakukan. Memperoleh kesenangan dan hiburan merupak hal utama yang dicari dalam permainan
tradisional. Kemudahan yang dalam memainkan permainan tradisional menjadikan
rasa senang akan dengan mudah didapat karena peserta yang mampu melakukannya
akan merasa senang dan akan terus mencoba lebih dari yang lain. Rasa senang
yang didapat bukan hanya karena peserta semata-mata mampu melakukannya tetapi
juga karena para peserta dapat bersaing dengan peserta lain dan dapat
mengalahkannya. Hal tersebut menjadi kebahagian tersendiri bagi para peserta
dalam permainan tradisional. Selain kesenangan para pesertan juga akan belajar
nilai-nilai yang sebenarnya ada dalam permainan tradisional.
Tanpa disadari, permainan
tradisional mengandung nilai-nilai yang baik untuk dipelajari dan diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai penting seperti kerjasama, saling
menghargai, saling membantu, pengendalian emosi dan lain-lain perlu ditanamkan di kehidupan bermasyarakat
agar nilai-nilai tersebut dapat bertahan sampai generasi selanjutnya. Salah
satu cara untuk menanamkan nilai-nilai tersebut adalah melalui permainan
tradisional. Secara tidak langsung para peserta akan belajar nilai-nilai
tersebut. Tanpa disadari nilai-nilai tersebut akan mereka terapkan dalam
permainan tradisional sehingga nilai-nilai kebaikan akan terus terjaga dengan
baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional perlu dilestarikan
sebagai cara untuk mempertahankan nilai-nilai yang ada didalamnya. Olah karena
itu penulis berkeinginan untuk menggugah kembali pikiran kita terhadap
permainan tradisional yang semakin surut dalam makalah ini.
Dalam makalah yang berjudul “Wujud Permainan Jasmani
Tradisional Di Nusantara” ini, penulis berkeinginan untuk menyegarkan kembali
pikiran pembaca untuk mengingat kembali permainan tradisional yang mungkin
pernah lakukan atau juga mengenal permainan tradisional yang belum mereka
ketahui sebelumnya. Makalah ini menyajikan pengertian dari permainan
tradisional kemudian dianjutkan dengan manfaat permainan tradisional bagi
anak-anak. Bagian berikutnya menjelaskan tentang pembentukan nilai, moral dan
karakter melalui permainan tradisional serta pengenalan nilai-nilai budaya
melalui permainan tradisional. Bagian akhir menyajikan beberapa permainan
tradisional di nusantara yang mungkin sudah sering kita mainkan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian dari
permainan tradisional?
2. Apa manfaat permainan
tradisional bagi anak-anak?
3. Bagaimana proses pembentukan
nilai, moral dan karakter melalui permainan tradisional?
4. Bagaimana pengenalan nilai-nilai
budaya melalui permainan tradisional?
5. Apa sajakah nama-nama
permainan yang ada di nusantara?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari
permainan tradisional.
2. Mengetahui manfaat permainan
tradisional bagi anak-anak.
3. Memahami proses pembentukan
nilai, moral dan karakter melalui permainan tradisional.
4. Memahami pengenalan
nilai-nilai budaya melalui permainan tradisional.
5. Mengetahui nama-nama
permainan yang ada di nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Permainan Tradisional
Permainan tradisional anak-anak adalah
salah satu genre atau bentuk folklore yang berupa permainan
anak-anak, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu,
berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta banyak mempunyai
variasi. Oleh karena termasuk folklore, maka sifat atau ciri dari
permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya,
siapa penciptanya dan dari mana asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke
mulut dan kadang-kadang mengalami perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya
sama. Jika dilihat dari akar katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan
yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari
generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat
kegembiraan (James Danandjaja, 1987),
Sedangkan menurut Atik Soepandi, Skar
dan kawan-kawan (1985-1986), yang disebut permainan adalah perbuatan untuk
menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat.
Sedangkan yang dimaksud tradisional ialah segala apa yang dituturkan atau
diwariskan secara turun temurun dari orang tua atau nenek moyang. Jadi permainan
tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak,
yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau
untuk menyenangkan hati.
Permainan tradisional dikategorikan
dalam tiga golongan, permainan untuk bermain (rekreatif), permainan untuk
bertanding (kompetitif) dan permainan yang bersifat edukatif. Permainan
tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya dilakukan untuk mengisi
waktu senggang. Permainan tradisional yang bersifat kompetitif, memiliki
ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, dimainkan oleh paling sedikit 2
orang, mempunyai kriteria yang menentukan siapa yang menang dan yang kalah,
serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh pesertanya. Sedangkan
permainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur
pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak- anak diperkenalkan
dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka
perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Inilah salah
satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam masyarakat. Permainan-
permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka dapat
menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.
B. Manfaat Permainan
Tradisional bagi Anak
1. Memahami konsep
sportivitas
Melalui permainan tradisonal, seperti lompat tali atau
congklak, anak belajar bersikap sportif, yaitu bermain secara jujur,
memperlihatkan sikap menghargai pemain lain, menerima kemenangan dengan sikap
wajar atau menerima kekalahan secara terbuka. Namun, apabila anak belum mau
memperlihatkan watak bermain seperti itu, anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya
sportivitas baru bisa dipahami oleh anak. Konsep menang atau kalah dalam
permainan memang tidak terlalu ditekankan pada anak-anak. Hal paling baik yang
bisa dilakukan orang tua adalah anak mampu untuk saling menghargai karena ia bermain
dengan sikap sportif.
2. Melatih
Kemampuan fisik anak
Berbeda dengan permainan elektronik, dalam beberapa
permainan tradisional seperti lompat tali, gerak fisik sangat ditekankan.
Berkesempatan memainkan permainan ini amat baik untuk meyalurkan energi anak yang
berlebih karena anak memang harus banyak bergerak. perminanan tradisional
semacam lompat tali juga bisa merangsang perkembangan koordinasi mata dengan
anggota badan lainnya. Variasi bentuk permainan dapat lebih meningkatkan
kemampuan motorik dan koordinasi tubuh anak. Demikian pula dalam permainan
bekel, anak dilatih mengubah posisi biji(kuningan atau kerang) ke posisi yang
lain, tanpa menyentuh biji-biji yang terletak dii sebelahnya. Aktivitas ini
merupakan latihan motorik halus yang penting bagi perkembangan anak dikemudian
hari.
3. Belajar
mengelola emosi
Pengelolaan emosi sangat penting bagi anak agar dapat mengendalikan
diri di kehidupan sosialnya. Kemampuan ini di ajarkan dalam permainan seperti
lompat tali karet yang direntangkan. Pada permainan ini jika anak tidak bisa
melompati ketinggian karet yang direntangkan maka ia harus menerima
kekalahannya sebagai konsekuensi dari lompatan yang kurang bagus. Keterampilan
mengelola emosi semacam ini penting dipelajari, karena secara tidak langsung
melatih kecerdasan emosional anak.
4. Menggali
kreativitas
Melalui
beberapa jenis permainan tradisonal, kreatifitas anak pun terasah. Misalnya
pada permainan mobil-mobilan yang dibuat dari kulit jeruk bali. Untuk
membuatnya dituntut kemampuan anak berimajinasi, misalnya, bagaimana
memperhitungkan besar roda mobil-mobilan dibandingkan dengan badan mobil.
Kreativitas anak juga bisa digali dalam permainan congklak. Anak dapat mencari
alternatif biji selain kerang yang biasa digunakan dalam permainan congklak.
Sama halnya dengan biji bekel. Meskipun biasanya menggunakan biji dari kuningan
yang dijual di pasar, anak bisa menggantinya dengan kerang-kerangan.
Latihan
menyusun strategi bermain juga dapat di ajarkan melalui kedua permainan
tradisional ini. Dari lubang congklak yang mana ia harus mulai, atau dari sisi
mana ia harus mengubah posisi biji bekel. Berbeda dengan penyusunan strategi
dalam permainan elektronik yang sudah terprogram, dalam permainan tradisional
ini anak mengalami sendiri kenyataan secara konkrit, sehingga lebih banyak
variasi yang dapat dilakukan.
5. Mengenal kerja
sama
Pentingnya
kerjasama juga dapat dipelajari anak melalui permainan tradisonal. Misalnya,
dalam permainan ular-ularan, kerja sama sangatlah penting dalam permainan ini,
si kepala ular tidak boleh lari begitu saja, melainkan harus memperhatikan
anggota kelompok di belakangnya supaya tidak tertinggal dan dimakan kelompok lawan.
Hanya dengan kerja sama yang baik kepala ular dapat melindungi bagian tubuh dan
ekornya.
6. Meningkatkan
kepercayaan diri
Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.
Dalam permainan tradisonal seperti bekel, rasa percaya diri anak dapat ditumbuhkan. Menguasai permainan yang mensyaratkan keterampilan pada tingkat kesulitan tertentu, seperti kemampuan dasar berhitung bisa menumbuhkan dan memperkuat rasa percaya diri anak. Rasa percaya diri ini sangat penting sebagai bekal dirinya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya di kemudian hari. Dengan kepercayaan diri, anak akan merasa lebih mantap memasuki lingkaran pergaulan di mana saja ia berada.
7. Bersosialisasi
lewat permainan
Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.
Ruang gerak anak untuk bercengkrama melalui permainan khususnya di perkotaan semakin sempit. Akibatnya permainan individu semakin diminati, sehingga sosialisai anak melalui kegiatan bermain semakin berkurang. Kecenderungan sedikit banyak bisa di atasi melalui permainan tradisonal yang memungkinkan adanya interaksi sosial. Interaksi dalam permainan tradisonal semacam bola bekel, mendorong anak untuk belajar tentang konsep berbagi, menanti giliran, bermain secara fair, juga mengajarkan arti kemenangan dan kekalahan. Melalui kontak nyata dengan orang lain, anak belajar menemukan siapa dirinya di tengah ruang lingkup pergaulan, apa yang bisa di lakukan, bagaimana dia mampu menyesuaikan iri dengan situasi di sekitanya.
C. Pembentukan Nilai,
Moral, dan Karakter Dalam Permainan Tradisional
Nilai adalah suatu pengertian yang
mengandung sifat baik atau buruk untuk memberikan penghargaan terhadap barang
atau benda. Manusia meyakini sesuatu bernilai, karena ia merasa memerlukannya
atau menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia menilai dunia dan alam sekitarnya
untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa yang
diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa yang menimbulkan kepuasan
batinnya. (James Danandjaya, 1987).
Moral berasal dari kata bahasa latin
mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim;
mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam bahasa
Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata
tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku
batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos
yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk,
yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada
hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh sesuatu
komunitas.
Karakter adalah kualitas moral yang
akan mengarahkan cara seseorang yang mengambil keputusan dan bertingkah laku.
Dalam hal ini, karakter mengacu pada perbuatan yang relevan dengan nilai-nilai moral
(Wynne & Walberg, 1984). Sejalan dengan itu, menurut Thomas Lickona (l991)
character building adalah suatu usaha proaktif yang dilakukan secara
sungguh-sungguh untuk mengembangkan karakter yang baik sesuai yang diharapkan.
Character building dapat dijelaskan secara lebih sederhana sebagai upaya
untuk mengajarkan pada anak mana yang baik dan buruk.
Contoh bagaimana proses pembentukan
nilai, moral dan karakter , di samping menstimulasi aspek motorik, kognitif,
emosi dan sosial, dalam permainan tradisional, dapat dilihat dalam satu contoh
permainan tradisional Tar Bor Mu'u dari Maluku, yang artinya mencuri
pisang. Kita ambil contoh salah satu permainan Menurut data, permainan ini
sudah punah karena tidak ada lagi yang memainkannya. Permainan ini dimainkan
berkelompok antara 10 sampai 15 orang, dari semua kelas dalam masyarakat. Ada
beberapa tokoh dalam permainan ini yang kesemuanya menjadi simbol dari tatanan
masyarakat dalam bentuk mikro. Ada raja, dukun, pencuri, pemilik pohon pisang,
satu orang bertindak sebagai pohon pisang dan 8-10 orang berfungsi sebagai buah
pisangnya.
Permainan ini menceritakan tentang
seorang pencuri yang berhasil ditangkap oleh pemiliki pisang dengan bantuan
seorang dukun, lengkap dengan pemberian ganjaran terhadap pencuri tersebut.
Dalam permainan ini, hampir semua aspek perkembangan pada anak terstimulasi.
Secara fisik, kemampuan motorik anak terlatih ketika anak-anak yang berperan
sebagai pisang dicuri oleh si pencuri. Pencuri harus menarik pisang-pisang
(anak-anak) itu dari pangkal pohonnya dan disimpan di tempat persembunyiannya.
Kemudian ketika memperoleh ganjaran, si pencuri harus memikul hasil curiannya
ke suatu tempat (berjarak kurang lebih 25 m). Ia akan berusaha keras, jatuh
bangun menggendong setiap anak yang berperan sebagai pisang. Secara kognitif,
si pencuri harus membuat strategi lihai agar gerak-geriknya tidak diketahui
pemilik pisang.
Demikian pula dengan dukun yang
berusaha menyusun strategi untuk menjebak dan menangkap pencuri (problem
solving). Anak-anak juga belajar untuk menghargai milik orang lain dan
mengasah empati tentang bagaimana kecewanya sang pemilik pisang ketika
pisang-pisang yang telah ditanam dan dipeliharanya dicuri orang. Tindakan
pemilik pisang meminta bantuan dukun dan kesediaan dukun membantu menunjukkan
keterikatan sosial mereka yang didasari nilai gotong royong. Mereka berusaha
saling menolong untuk menyelesaikan suatu masalah. Penggunaan unsur alam
sebagai bagian dari permainan ini membuat mereka lebih menghormati dan lebih
bijak ketika memanfaatkan alam sekitar. Mereka mengetahui proses apa yang
terjadi pada pohon pisang, hingga berbuah.
Nilai utama yang dapat digali dalam permainan
ini adalah nilai-nilai moralnya. Anak akan memahami sanksi seperti apa yang
akan diterima oleh seorang pencuri. Figur raja adalah figur pimpinan sebagai
pengambil keputusan yang harus bertindak adil dan memberikan hukuman yang
setimpal dengan apa yang dilakukan pencuri.
Ketika permainan berakhir dan akan
diulangi, merekapun melakukan musyawarah untuk menentukan pergantian peran.
D. Memperkenalkan
Nilai-nilai Budaya pada Anak-anak Melalui Permainan Tradisional
Memperkenalkan nilai-nilai budaya pada
anak-anak dapat melalui banyak cara, yang penting menyenangkan dan dinikmati
mereka. Memang metode terbaik untuk mengajarkan nilai kepada anak-anak adalah
contoh atau teladan. Keteladanan yang dimaksud adalah keteladanan dari semua
unsur yaitu orang tua, pendidik/guru, para pemimpin, dan masyarakat. Di samping
keteladanan sebagai guru yang utama, pengajaran nilai di sekolah perlu juga
menggunakan metode pembelajaran yang menyentuh emosi dan keterlibatan para
siswa seperti metode cerita, permainan, simulasi, dan imajinasi. Dengan metode
seperti itu, para siswa akan mudah menangkap konsep nilai yang terkandung di
dalamnya. Hal ini bisa dilakukan melalui membaca buku cerita, mendongeng,
teater, drama, musik, pantun, peribahasa sampai permainan tradisional.
Roberts
dan Sutton Smith (dalam Budisantoso, 1983) menjelaskan bahwa jenis-jenis
permainan sangat besar pengaruhnya terhadap mutu kegiatan pembinaan budaya
anak-anak dalam masyarakat. Anak-anak lebih bisa menerima dengan cepat suatu
pengetahuan melalui permainan. Sebab dalam permainan anak terkandung
nilai-nilai pendidikan yang tidak secara langsung terlihat nyata, tetapi terlindung
dalam sebuah simbol – nilai-nilai tersebut berdimensi banyak, antara lain rasa kebersamaan,
kejujuran, kedisiplinan, sopan-santun dan aspek-aspek kepribadian yang lain
(Arikunto,
1993). Terlebih lagi secara psikologis bahwa permainan bagi anak-anak merupakan
kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Melalui bentuk-bentuk permainan
tradisional anak, contohnya di Jawa, dapat disampaikan ketrampilan dan
pengetahuan tentang kebersamaan dan sikap saling tolong-menolong, juga toleransi
kepada anak-anak. Bentuk-bentuk permainan tradisional anak ini harus
dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan serta tujuan dari kegiatan
pendidikan nilai-nilai budaya pluralisme. Permainan tradisional (khususnya di
Jawa) lebih bersifat bermain dan bernyanyi atau dialog, bermain dan olah pikir,
serta bermain dan adu ketangkasan (Dharmamulya dkk, 2008).
Permainan tradisional merupakan salah
satu sarana yang baik untuk memperkenalkan budaya pada anak-anak. Secara tidak
langsung anak-anak akan memahami tentang nilai-nilai budaya yang ada dalam
permainan tradisional. Anak-anak akan belajar bagaimana nilai-nilai tersebut dipergunakan
dalam kehidupan sosialnya. Mereka akan mengerti sacara perlahan aturan-aturan
yang ada dalam permainan tradisional dimana dalam aturan tersebut terdapat
nilai-nilai kebudayaan yang menjadi dasar merumuskan aturan-aturan tersebut.
Disamping anak akan merasa senang dengan permaianan yang mereka lakukan anak
akan mengenal berbagai nilai budaya yang terkandung dalam permainan tersebut.
Setiap permainan memiliki nilai budaya
tersendiri didalamnya. Nilai-nilai yang bersifat mengajak pada kebaikan tersirat
didalamnya. Melaui permainan tradisional anak akan belajar secara mandiri untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan tersebut dalam kehidupan sosialnya. Dalam
keadaan senang pada saat melakukan permainan, anak secara tidak sadar telah
menyerap informasi tentang nilai-nilai budaya yang ada dalam permaina tersebut.
Seperti contohnya permainan Betengan yang didalamnya terdapat nilai-nilai
budaya untuk bekerjasama dan menjunjung nilai sportifitas, anak akan mengerti
dengan sendirinya bagaimana cara bekerjasama yang baik untuk menjadi
pemenangnya dan mereka juga akan bisa membedakan mana yang melakukan kesalahan
atau menyalahi peratutan sehingga nilai sportifitas akan tumbuh dari hal
tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah permaianan tradisional secara
tidak langsung akan mengenalkan dan membiasakan nilai-nilai budaya didalamnya
bagi anak-anak.
E. Nama-nama Permainan
Tradisional Nusantara
1. Benteng
Permainan ini
dimainkan oleh dua kelompok, masing–masing kelompok terdiri dari 4 sampai 8
orang. Kedua kelompok kemudian akan memilih suatu tempat sebagai markas,
biasanya sebuah tiang, batu atau pilar yang disebut sebagai “benteng”. Tujuan
utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih “benteng” lawan
dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan
kata benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan “menawan” seluruh anggota
lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi
“penawan”, ditentukan dari siapa yang paling akhir menyentuh “benteng” mereka.
Gambar 1. Permainan Benteng
2. Congklak
Congklak
adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di
seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan
sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian
dari tumbuhan. Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan
mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah
biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak
terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang,
biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat
16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2
lobang besar di kedua ujungnya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang
besar di sisi kanannya dianggap sebagai milik sang pemain.
Pada
awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang
pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang
akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya.
Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil
biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya
maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. Bila habis di
lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi
yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia
berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.Permainan dianggap selesai bila
sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil (seluruh biji ada di lobang besar
kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.
Gambar 2. Permainan Congklak
3. Galasin/Gobak Sodor
Galah
Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor adalah sejenis
permainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup
yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3–5 orang.
Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis
ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh
anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area
lapangan yang telah ditentukan. Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan
bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan
menggunakan lapangan segi empat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6
bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur.
Anggota
grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu
anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi
anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka
mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk
melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi
anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya
hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas
vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan
sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari
secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.
Gambar 3. Permainan Galasin/Gobak Sodor
4. Egrang
Egrang
atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa
berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang
diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk
diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas ketinggian normal.
Di dataran banjir maupun pantaiatau tanah labil, bangunan sering dibuat di atas
jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau tanah
yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun. Egrang di
Indonesia biasa dimainkan ataupun dilombakan saat peringatan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Egrang dengan versi lain juga dimainkan pada
saat upacara sunatan.
Gambar 4. Permainan Egrang
5. Lompat Tali
Permainan
ini sudah tidak asing lagi tentunya, karena permainan lompat tali ini bisa di
temukan hampir di seluh indonesia meskipun dengn nama yang berbeda-beda.
permainan lompat tali ini biasanya identik dengan kaum perempuan. tetapi juga
tidak sedikit anak laki-laki yang ikut bermain.
Permainan lompat tali tergolong sederhana karena hanya
melompati anyaman karet dengan ketinggian tertentu. Jika pemain dapat melompati
tali-karet tersebut, maka ia akan tetap menjadi pelompat hingga merasa lelah
dan berhenti bermain. Namun, apabila gagal sewaktu melompat, pemain tersebut
harus menggantikan posisi pemegang tali hingga ada pemain lain yang juga gagal
dan menggantikan posisinya.
Gambar 5. Permainan Lompat Tali
6. Ular Naga
Ular
Naga adalah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan di luar rumah di
waktu sore dan malam hari. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah
yang agak luas. Lebih menarik apabila dimainkan di bawah cahaya rembulan.
Pemainnya biasanya sekitar 5-10 orang, bisa juga lebih, anak-anak umur 5-12
tahun (TK - SD).
Gambar 6. Permainan Ular Naga
7. Engklek
Permainan
engklek merupakan permainan tradisional lompat–lompatan pada bidang–bidang
datar yang digambar diatas tanah, dengan membuat gambar kotak-kotak kemudian
melompat dengan satu kaki dari kotak satu kekotak berikutnya. Permainan engklek
biasa dimainkan oleh 2 sampai 5 anak perempuan dan dilakukan di halaman. Namun,
sebelum kita memulai permainan ini kita harus mengambar kotak-kotak di
pelataran semen, aspal atau tanah, menggambar 5 segi empat dempet vertikal
kemudian di sebelah kanan dan kiri diberi lagi sebuah segi empat.
Gambar 7. Permainan Engklek
8. Petak Umpet
Dimulai
dengan Hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi “kucing” (berperan sebagai
pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan
memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia
menghadap tembok, pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya
bergerak untuk bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi
mencari teman-temannya tersebut. Jika ia menemukan temannya, ia akan menyebut
nama temannya yang dia temukan tersebut. Yang seru adalah, ketika ia mencari,
ia biasanya harus meninggalkan tempatnya. Tempat
tersebut jika disentuh oleh teman lainnya yang bersembunyi maka batallah semua
teman-teman yang telah ditemukan, artinya ia harus mengulang lagi, di
mana-teman-teman yang sudah ketemu dibebaskan dan akan bersembunyi lagi. Lalu
si kucing akan menghitung dan mencari lagi. Permainan selesai setelah semua
teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang menjadi kucing berikutnya.
Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu “kebakaran” yang dimaksud di
sini adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing
disebabkan diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari
persembunyiannya.
Gambar 8. Permainan Petak Umpet
9. Kasti
Kasti
atau Gebokan merupakan sejenis olahraga bola seperti halnya olahraga softball
atau baseball. Permainan yang dilakukan 2 kelompok ini menggunakan bola tenis
sebagai alat untuk menembak lawan dan tumpukan batu untuk disusun. Siapapun
yang berhasil menumpuk batu tersebut dengan cepat tanpa terkena pukulan bola
adalah kelompok yang memenangkan permainan. Pada awal permainan, ditentukan
dahulu kelompok mana yang akan menjadi penjaga awal dan kelompok yang dikejar
dengan suit. Kelompok yang menjadi penjaga harus segera menangkap bola
secepatnya setelah tumpukan batu rubuh oleh kelompok yang dikejar. Apabila bola
berhasil menyentuh lawan, maka kelompok yang anggotanya tersentuh bola menjadi
penjaga tumpukan batu.
Gambar 9. Permainan Kasti
10. Boi-Boian
Permainan
tradisonal dengan total lima sampai sepuluh orang. Model permainannya yaitu
menyusun lempengan batu, biasanya diambil dari pecahan genting atau pocelen
yang berukuran relatif kecil. Bolanya bervariasi, biasanya terbuat dari
buntalan kertas yang dilapisi plastik, empuk dan tidak keras, sehingga tidak
melukai. Satu orang sebagai penjaga lempengan, yang lainnya kemudian bergantian
melempar tumpukan lempengan itu dengan bola sampai roboh semua. Setelah roboh
maka penjaga harus mengambil bola dan melemparkannya ke anggauta lain yang
melempar bola sebelumnya. Yang terkena lemparan bola yang gatian menjadi
penjaga lempengannya.
Gambar 10. Permainan Boi-boian
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa permainan tradisional memberikan kesenangan dan kesegaran
jasmani bagi para pesertanya. Hal ini dikarenakan dalam permainan tradisional
peraturannya sangat sederhana sehingga mudah untuk memainkannnya dan dalam
kegiatannnya permainan tradisional banyak yang aktifitasnya berupa gerak tubuh
sehingga akan meningkatkan kesegaran jasmani bagi pesertanya. Disamping itu
nilai-nilai yang ada dalam permainan tradisional sangat menunjang dalam
memperkenalkan nilai-nilai tersebut pada anak-anak khususnya sehingga pembentukan
nilai, moral dan karakter akan lebih mudah. Dengan permainan tradisional
nilai-nilai budaya secara tidak langsung akan terserap oleh pesertanya karena
nilai-nilai budaya tersebut dibutuhkan dalam kegiatan permainan tersebut dan
juga dalam kehidupan bermasyarakat.
B. Saran
Dari uraian di atas diharapkan dengan
memahami makalah ini pembaca bisa menyegarkan pikiran untuk mengingat kembali
permainan tradisional yang pernah dimainkan dulu. Disamping itu diharapkan
permainan tradisional dapat menjadi sarana yang baik untuk meningkatkan
kesegaran jasmani dengan memasukkan permainan tradisional pada pelajaran
pendidikan jasmani. Tak kalah penting, dengan permainan tradisional diharapkan
nilai-nilai budaya dapat dilestarikan dan tanamkan sehingga pembentukan nilai,
moral dan karakter akan lebih mudah. Terakhir, diharapkan permainan tradisional
dapat selalu dimainkan oleh masyarakat Indonesia agar permainan tradisional
dapat dilestarikan dan tidak tergusur oleh permainan yang lebih modern yang
justru dapat merusak identitas bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaya,
James. 1987. Floklore Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Wynne, E.,
& Walberg, H. (Eds.). (1984). Developing
character: Transmitting knowledge.
Posen, IL: ARL.
Budisantoso, S. 1993. Arti
Pentingnya Permainan Anak-Anak Dalam Memajukan Kebudayaan Nasional. Makalah
Lokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Yogyakarta
Depdikbud. 1981/1982. Permainan Anak-Anak Daerah Istimewa Yogyakarta.
Depdikbud. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Pelestarian, Pembinaan dan
Pengembangan Dolanan Anak-Anak. Makalah Lokakarya “Dolanan Anak-Anak”. Balai
Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Yogyakarta
H. Misbach, Ifa. 2006. Peran Permainan Tradisional Yang Bermuatan Edukatif Dalam Menyumbang
Pembentukan Karakter Dan Identitas Bangsa. Skripsi tidak diterbitkan.
Bandung: UPI Bandung.
Lickona, T.
(1991). Does character education make a difference? Salt Lake City: Utah
State Office of Education. Retrieved December 1996, from http://www.usoe.k12.ut.us/curr/char
ed/resource/diff.html, (online)
diakses tgl 15 Maret 2013.
Anonim. (2013).
7 Nilai dan Manfaat Mainan Tradisional Bagi Anak (http://idecara.blogspot.com/2013/03/7-nilai-dan-manfaat-mainan-tradisional.html). (online) diakses tgl 15 Maret 2013.
Anonim. (2012).
10 Permainan Tradisional Anak Indonesia Yang Patut Dilestarikan (http://multimediabersatu.wordpress.com/2012/06/28/10-permainan-tradisional-anak-indonesia-yang-patut-dilestarikan/). (online) diakses tgl 15 Maret 2013.
Anonim. (2012).
20 Permainan Tradisional yang Sudah Jarang Di mainkan di Jaman Sekarang (http://angkatigabelas.blogspot.com/2012/04/20-permainan-tradisional-yang-sudah.html). (online). diakses tgl 15 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar