BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Meningkatnya stres dalam
pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal
fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat
menjadi tegang, denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil
pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini
seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya.
Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya
dalam pengendalian stres. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana
sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang
tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari
luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke
dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan
psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat
olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa
adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata
lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar
dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Meningkatnya stres dalam
pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal
fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat
menjadi tegang, denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil
pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini
seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya.
Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya
dalam pengendalian stres. Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet
berpikir mengenai mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai?
Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat
menolong tercapainya tujuan tersebut.
Mental yang tegar, sama halnya
dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur,
dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama
perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu
berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat
dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan “psikotes”, dengan
bantuan psikometri. Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran
kepribadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikirnya yang
dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak
dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet
berbakat dapat dilihat semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam
ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan
atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain
yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui
latihan ketrampilan psikologis yang terencana dan sistematis, yang
pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program
tersebut
Penampilan seorang atlet tidak bisa
dilepaskan dari daya dorong yang dia miliki. Sederhananya, semakin besar daya
dorong yang dimiliki, maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika
ditunjang dengan kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong
itulah yang biasa disebut dengan motivasi. Menurut Hodgetts dan Richard (2002)
motif adalah sesuatu yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta
menentukan arah dari perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang
tampak dalam perilaku. Motiflah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan
suatu aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif
tertentu yang bersifat sangat individualis.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud motivasi?
2. Apa sajakah teori motivasi?
3. Apa tujuan motivasi?
4. Apa saja sumber motivasi?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi
motivasi?
6. Bagaimana cara meningkatkan
motivasi?
7. Apa saja motivasi berolahraga?
C.
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui definisi motivasi.
2. Mengetahui teori motivasi.
3. Mengetahui tujuan motivasi.
4. Mengetahui sumber motivasi.
5. Mengatahui faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi.
6. Mengetahui cara meningkatkan
motivasi.
7. Memahami berbagai motivasi
berolahraga.
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia adalah makhluk berkembang,
makhluk yang aktif. Tindakan atau perbuatan manusia selain ditentukan oleh
faktor-faktor yang datang dari luar, juga ditentukan oleh faktor yang datang
dari dalam diri sendiri.
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu kata
movere yang berarti bergerak. Dalam konteks sekarang, motivasi dapat didefinisikan
sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan
ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan.
Dalam pembinaan pendidikan jasmani
dan olahraga di Indonesia akhir-akhir ini makin dirasakan tantangan yang berat
terutama untuk menampilkan prestasi yang mengungguli atau setidak-tidaknya
menyamai prestasi beberapa Negara ASIA yang berciri fisik sama dengan
Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar seharusnya mampu
mengorbitkan atlet-atlet yang berprestasi.
Dalam bidang pendidikan jasmani dan
olahraga, tidak ada atlet yang dapat menang atau menunjukan prestasi yang
optimal tanpa motivasi. Meskipun atlet atau tim mempunyai keterampilan yang
baik, tetapi tidak ada hasrat untuk bermain baik, biasanya mengalami kekalahan.
Demikian pula atlet atau tim yang mempunyai hasrat tinggi tetapi tidak
mempunyai keterampilan, maka prestasi tetap buruk. Hasil optimal hanya dapat
dicapai kalau motivasi dan keterampilan saling melengkapi. Pernyataan ini,
menunjukan bahwa motivasi sebagai aspek dan proses psikologi berhubungan erat
dengan keterampilan, perlu ditumbuhkan dan dibina dalam pencapaian prestasi
atlet yang optimal.
Sebenarnya secara fisik motivasi itu
tidak nampak dan tidak biasa diamati secara langsung, yang biasa diamati hanya
gejala-gejalanya saja dalam bentuk tingkah laku manusia yang merupakan akibat
atau manifestasi dari tinggi rendahnya ( ada tidaknya ) motivasi dari orang
itu.
Kita sering dilingkupi oleh
nilai-nilai yang sewaktu-waktu dapat mendorong kita untuk bereaksi ataupun
tidak bereaksi. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa sukar sekali
orang mengukur motivasi secara umum, apalagi jika pengukuran itu tergantung
dari kata hati dan perasaan.
A.
Definisi motivasi menurut pendapat para ahli psikologi:
a. David Krech (1962)
Menyatakan bahwa motivasi adalah
kesatuan keingian dan tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku
dinyatakan bahwa studi tentang motivasi adalah studi yang mempelajari dua
pertanyaan yang berbeda atas tingkahlaku individu yakni, mengapa individu
memilih tingkahlaku tertentu dan menolak tingkah laku yang lainnya.
b. Barelson dan Steiner dalam O. Koontz
(1980)
Motivasi adalah kekuatan dari dalam
yang menggerakkan dan mengarahkan atau membawa tinkah laku ke tujuan. Pada
hakikatnya, rumusan ini, bila diteliti dengan cermat, merupakan terminologi
umum yang mencakup arti daya dorong, keinginan, kebutuhan dan kemauan. Hubungan
antara kebutuhan,keinginan dan kepuasan digambarkan sebagai mata rantai yang
disebut Need – want – satisfaction chain.
c. E.J Muray (1964 )
Motivasi adalah kecenderungan yang
mengarahkan dan memilih tingkah laku yang terkendali sesuai kondisi, dan
kecenderungan mempertahankannya sampai tujuan tercapai.
d. Robert.N. Singer (1986)
Motivasi adalah sebagai dorongan
untuk mencapai tujuan, dorongan dari dalam terhadap aktifitas yang bertujuan.
Menurut singer motivasi itu terbagi antara dua yaitu, dorongan (drive) fisik,
dan motif sosial. Dorongan fisik adalah kecenderungan bertingkah laku kearah pemuasan
kebutuhan biologis. Motif sosial itu kompleks, muncul dan berkembang dari
sumber – sumber sosia, seperti hubungan antar manusia. Dorongan fisik tidak
dapat dipelajari, sedangkan motif sosial dapat.
e. W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo
(1985), Kamlesh (1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk,
yakni motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik itu bentuk
motivasi yang di timbulkan oleh berbagai sumber dari luar seperti pemberian
hadiah, penghargaan, sertfikat dan sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah
dorongan alamiah yang mendorong seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena
situasi buatan.
Dari beberapa definisi diatas, dapat
disimpulkan bahwa : ”Motivasi Olahraga” adalah keseluruhan daya penggerak
(motif – motif) didalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga,
menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki.
Olahraga digemari anak – anak,
pemuda dan para orang tua karena memiliki daya tarik untuk mengembangkan berbagain
kemampuan, menumbuhkan harapan – harapan, memberikan pengalaman yang
membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari – hari dan sebagainya.
Melalui olahraga para pemuda
mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan
pengakuan dan popularitas, menemukan teman – teman baru serta pengalaman
bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan. Olahraga
merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis
dan ideal antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
Kompetisi menimbulkan keadaan penuh
stres dan dapat menimbulkan kecemasan atau anxiety, serta tantangan untuk
mengatasi berbagai perasaan, dengan berolahraga timbul bermacam – macam
dorongan untuk bertindak sebaik – baiknya yang merupakan sebagian dorongan
untuk mengembangkan diri sendiri atau ”self – improvement”.
B. Teori Motivasi
Ada beberapa
teori motivasi yang cukup menarik untuk dibicarakan, yakni, Teori hedonismo,
Teori Naluri. Teori Kebudayaan dan Teori Kebutuhan.
1.
Teori Hedonisme
Teori ini mengatakan bahwa pada hakekatnya manusia akan
memilih aktivitas yang menyebabkannya merasa gembira dan senang. Begitu pula
dalam olahraga, orang hanya akan memilih aktivitas yang menarik dan
menguntungkan dirinya dan akan mengesampingkan yang tidak menarik. Oleh sebab
itu, pelatih harus mempersiapkan dan membantu setiap atlet untuk memperbesar
apa yang memberi nilai tambah yang dicarinya pada saat itu dan memperkecil apa
saja yang dapat menumbuhkan ketidaksenangan dalam aktivitas itu.
2.
Teori Naluri
Teori ini menghubungkan kelakuan manusia dengan
macam-macam naluri, seperti naluri mempertahankan diri, mangembangkan diri dan
mengembangkan jenis. Kebiasaan, tindakan dan tingkahlakunya digerakkan oleh
naluri tersebut. Untuk itu guru, pelatih dan pembina dalam proses belajar atau
latihan perlu memperhatikan naluri – naluri individu, dan mendeteksi naluri
yang dominan pada setiap individu.
3.
Teori
Kebudayaan
Teori ini menghubungkan tingkahlaku manusia berdasarkan
pola kebudayaan tempat ia berada. Bertolak dari teori ini, maka para pelatih
dan pembina perlu mengetahui latarbelakang kehidupan dan kebudayaan setiap
atlet, agar kegiatan olahraga yang dilaksanakannya tidak dirasakan baru atau
asing, melainkan sebagai bagian hidup dan pola kebudayaanya.
4.
Teori kebutuhan
Teori ini beranggapan bahwa tingkahlaku manusia pada
hakekatnya bertujuan memenuhi Kebutuhannya. Sehubungan dengan pandangan ini,
maka pelatih atau pembina hendaknya dapat mendeteksi kebutuhan yang domina
setiap individu.
Walalupun ada bermacam-macam pendapat mengenai motif,
Namun motif itu sendiri tidak lepas dari kebutuhan-kebutuhan diri setiap
individu. Teori kebutuhan ini banyak divas dan diterapkan dalam berbagai bidang
seperti pendidikan, kepemimpinan, administrasi, dan ekonomi.
Kebutuhan fisiologis atau psikologis seseorang
menimbulkan dorongan intrinsik atau ekstrinsik untuk bertingkahlaku dalam
mencapai tujuan tersebut. Kuatnya dorongan ini ditentukan oleh kadar kebutuhan
yang melekat pada seseorang. Kalau tujuan tercapai, ia bisa mengalami frustasi.
Salah satu ahli psikologi yang merumuskan kebutuhan
manusia adalah Abraham Maslow, dengan teori Pemenuhan Kebutuhan ( Satisfaction
of need Theory ). Abharam Maslow menyusun tingkat kebutuhan manusia didasarkan
atas prinsip bahwa :
1.
Kebutuhan manusia diorganisasikan dalam
kebutuhan yang bertingkat-tingkat ;
2.
Segera setelah salah satu kebutuhan
terpenuhi, kebutuhan lain akan muncul dan berkuasa ;
3.
Setelah terpenuhi, kebutuhan tersebut
tidak mempunyai pengaruh dominan; akibatnya, kebutuhan lain mulai meningkat dan
mendominasi.
Maslow membagi
kebutuhan manusia pada lima tingkat :
1. Kebutuhan mempertahankan hidup ( Psychological Needs ).
Manifestasi
kebutuhan ini nampak pada kebutuhan primer seperti ; makanan, air, seks,
istirahat, senam.
2. Kebutuhan rasa
aman ( Safety Needs )
Manifestasi kebutuhan ini nampak pada kebutuhan keamanan,
kestabilan hidup, perlindungan/pembelaan, tata tertib, keteraturan, bebas dari
rasa takut dan gelisah.
3. Kebutuhan
Sosial ( Social Needs )
Manifestasi kebutuhan ini antara lain nampak pada
perasaan diterima oleh orang lain ( sense
of belonging ), kebutuhan untuk mencapai sesuatu ( sense of achievement ), serta berpartisipasi ( sense of participation ).
4. Kebutuhan akan
penghargaan / harga diri ( Esteem Needs
).
Kebutuhan ini antara lain kebutuhan akan prestise,
kebutuhan untuk berhasil, kebutuhan untuk dihormati. Makin tinggi status
semakin tinggi prestisenya, semakin tinggi pula rasa untuk dihormati.
Manefestasinya didalam olahraga ialah makin tinggi prestasi, makin giat
berlatih, makin tinggi pula perasaan untuk diperhatikan dan dihargai.
5. Kebutuhan
aktualisasi siri ( Self Actualization
).
Manifestasinya
nampak pada keinginan untuk mengembankan kapasitas fisik, kapasitas mental
melalui latihan dan pendidikan. Keinginan untuk mengabdi dan berbuat
sebaik-baiknya, memunculkan diri secara bebas.
Sistem kebutuhan ini merupakan susunan hirarkis, mulai
dari yang paling rendah ( fisiologi ) sampai pada yang paling tinggi (
aktualisasi diri ). Kebutuhan setiap orang mulai bergerak dari tingkat rendah (
fisiologis ) karena kebutuhan itu paling diperlukan. Pada mulanya kebutuhan
fisiologis mendominasi tingkahlaku individu. Setelah kebutuhan fisiologis
terpenuhi, kebutuhan sosial muncul. Pada saat kebutuhan sosial tidak lagi
mendesak, lalu kebutuhan menggeser ke pengakuan, penghargaan, dan seterusnya
sampai pada tingakat kebutuhan aktualisasi diri.
C.
Fungsi Motivasi
Pengalaman nyata di negara-negara
berkembang pada umumnya, seperti juga di Indonesia, adalah bila atletnya
mengalami kegagalan pada suatu turnamen, maka kelemahan teknik dan taktik
dituding sebagai sebab utama. Di negara-negara yang sudah maju prestasi
olahraganya, kurangnya motivasi dituding sebagai penyebab utama. Anggapan yang
berbeda ini sebenarnya disebabkan kelemahan teknik masih menonjol di
negara-negara berkembang, sedangkan kempuan teknik dan fisik bukan masalah di
negara-negara maju, sehingga motivasi merupakan kunci yang mentukan
keberhasilan penampilannya yang prima.
Peranan motivasi terhadap prestasi
olahraga banyak dibicarakan dan diperhatikan oleh ahli-ahli psikologi olahraga.
Menurut Singgih Gunarsa, prestasi seseorang dihasilkan dari motivasi ditambah
latihan. Straub menyatakan bahwa prestasi seseorang adalah motivasi ditambah
ketrampilan. Sedangkan menurut R.N Singer, prestasi dalam olahraga itu sama
dengan keterampilan yang diperoleh melalui motivasi yang menyebabkan atlet
bertahan dalam latihan, ditambah dengan motivasi yang menyebabkan atlet bergairah
berlatih keras. Memang tidak dapat disangkal bahwa motivasi tidak dapat
dipisahkan dengan keberhasilan atlet dalam aktifitas olahraga.
Sama halnya pada proses
pembelajaran. Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu
dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau
bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan
faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna
memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka kebutuhan
tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.
Peran motivasi dalam proses
pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar
untuk menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan mendorong siswa
berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi motivasi yang terlalu
kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap kefektifan usaha belajar siswa.
Fungsi motivasi dalam pembelajaran
diantaranya :
1. Mendorong timbulnya tingkah laku
atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya
belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah,
artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
3.
Motivasi
berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar
kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
Pada garis
besarnya motivasi mengandung nilai-nilai dalam pembelajaran sebagai berikut :
1. Motivasi menentukan tingkat berhasil
atau gagalnya kegiatan belajar siswa.
2. Pembelajaran yang bermotivasi pada
hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motif,
minat yang ada pada diri siswa.
3. Pembelajaran yang bermotivasi
menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk berupaya secara sungguh-sungguh
mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna membangkitkan dan memeliharan
motivasi belajar siswa.
4. Berhasil atau gagalnya dalam
membangkitkan dan mendayagunakn motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan
dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
5. Penggunaan asas motivasi merupakan
sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran.
D.
Sumber Motivasi
Motivasi olahraga dapat dibagi atas
motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas motivasi biologis dan sosial.
Namun banyak ahli membagikannya atas dua jenis, intrinsik dan ekstrinsik.
a) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan
dari dalam yang menyebabkan individu berpartisipasi. Dorongan ini sering
dikatakan dibawa sejak lahir, sehingga tidak dapat dipelajari. Atlet yang punya
motivasi intrinsik akan mengikuti latihan peningkatan kemampuan atau
ketrampilan, atau mengikuti pertandingan, bukan karena situasi buatan (dorongan
dari luar), melainkan karena kepuasan dalam dirinya. Bagi atlit tersebut,
kepuasan diri diperoleh lewat prestasi yang tinggi bukan lewat pemberian
hadiah, pujian atau penghargaan lainnya. Atlit ini biasanya tekun, bekerja
keras, teratur dan disiplin dalam menjalani latihan serta tidak menggantungkan
dirinya pada orang lain.
Pada umumnya kemenangan yang
diperoleh dalam kompetisi merupakan kepuasan dan selalu dievaluasi guna lebih
ditingkatkan, dan kekalahan akan diterima tanpa kekecewaan melainkan akan
menjadi sumber analisa terhadap kekuatan lawan dan kelemahan diri sendiri guna
diperbaiki melalui latihan-latihan yang keras. Biasanya atlit ini mempunyai
kepribadian yang matang, sportif, tekun, percaya diri, disiplin dan kreatif.
Motivasi intrinsik memiliki
faktor-faktor dari dalam diri manusia itu sendiri. Seperti yang di ungkapkan
oleh Abraham H. Maslow pada teori kebutuhan.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar
pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan,
yaitu :
1.
Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex;
2.
Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual;
3.
Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
4.
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
5.
Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut
pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan
cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat,
jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya
karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia
itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa
dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan
pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah
“hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian
pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman
tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi”
dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena
pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai
rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan
bahwa :
·
Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
·
Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
·
Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
b) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan
yang berasal dari luar diri individu yang menyebabkan individu beradaptasi
dalam olahraga. Dorongan ini barasal dari pelatih, guru, orangtua, bangsa atau
berupa hadiah, sertifikat, penghargaan atau uang. Motivasi ekstrinsik itu dapat
dipelajari dan tergantung pada besarnya nilai penguat itu dari waktu ke waktu.
Ini dapat karena mempertaruhkan nama bangsa dan negara, karena hadiah besar,
karena publikasi lewat media massa. Dorongan yang demikian ini biasanya tidak
bertahan lama. Perubahan nilai hadiah, tiadanya hadiah akan menurunkan semangat
dan gairah berlatih. Kurangnya kompetisi menyebabkan latihan kurang tekun,
sehingga prestasinya merosot.
Motivasi ekstrinsik dalam olahraga
meliputi juga motivasi kompetitif, karena motif untuk bersaing memegang peranan
yang lebih besar daripada kepuasan karena telah berprestasi baik. Kemenangan
merupakan satu-satunya tujuan, sehingga dapat timbul kecenderungan untuk
berbuat kurang sportif atau kurang jujur seperti licik dan curang. Atlet-atlet
yang bermotifasi ektrinsik, sering tidak menghargai orang lain, lawannya, atau
peraturan pertandingan. Agar dapat menang, maka ia cenderung berbuat hal-hal
yang merugikan, seperti memakai obat perangsang, mudah dibeli atau disuap.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa
dalam aktifitas olahraga, motivasi intrinsik maupun ekstrisik tidak akan
berdiri sendiri, melainkan bersama-sama menuntun tingkah laku individu. Mereka
berdasarkan pandangannya bahwa tingkahlaku motivasi intrinsik itu didrong oleh
kebutuhan kompetisi dan keputusan sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan.
Manusia hidup dengan lingkungannya
dan bertingkah laku dengan lingkunganya. Itulah sebabnya pengaruh lingkungan
tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Motivasi ekstrisik (pengaruh
lingkungan) selalu menuntun tingkah laku manusia. Dengan demikian tingkah laku
individu dalam olahraga dipengaruhi oleh motivasi intrinsik maupun motivasi
ekstrinsik.
Peran motivasi intrinsik dan
ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam pertandingan atlet atau
tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton yang banyak. Sebelum
dan selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih
baik teknik, strategi maupun dorongan semangat, agar mereka dapat bermain
sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan. Situasi penonton, lapangan yang
baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali
lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri
atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya
sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
Weine Halliwell (1978) menyatakan
bahwa sebenarnya motivasi dasar tingkahlaku individu dalam olahraga adalah motivasi
intrinsik, namun selalu ditambah dengan motivasi ekstrinsik. Dorongan
ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi intrinsik, kalau dorongan itu menambah
kompetisi dan keputusan individu, dan dapat menurunkan motivasi intrinsik,
kalau dorongan itu mengurangi kompetisi dan keputusan diri individu. Dengan
kata lain, kalau kontrol (aspek lingkungan) lebih menonjol, maka penguatan yang
diberikan akan menurunkan motivasi intrinsik. Tetapi jika informasi lebih
menonjol dan positif terhadap kompotensi dan keputusan sendiri individu, maka
motivasi intrinsik akan meningkat.
E.
Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada banyak sekali faktor yang
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi. Gunarsa (2004) menjelaskan
bahwa ada 4 dimensi dari motivasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
1. Atlet Sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari
munculnya motivasi. Atlet sendiri yang mengatur dirinya untuk mencapai atau
mendapatkan sesuatu. Jika atlet sudah merasa puas dengan pencapaian yang ada,
maka tidak ada lagi usaha keras untuk mendapatkan sesuatu yang baru.
2. Hasil Penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan
motivasi seorang atlet selanjutnya. Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya
akan berdampak negatif terhadap motivasi atlet berikutnya. Atlet akan diliputi
perasaan tidak berdaya dan seolah-olah tidak mampu lagi untuk bangkit. Terlebih
lagi jika mengalami kekalahan dari pemain yang dianggap lebih lemah dari
dirinya. Sebaliknya, jika mendapatkan kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan
sikap positif untuk mengulang keberhasilan yang berhasil dia raih. Sebagai
contoh, permainan tim nasional sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun 2007
yang lalu. Kemenangan pertandingan pertama melawan Bahrain membuat para pemain
tim nasional begitu bersemangat untuk mendapatkan hasil serupa ketika
bertanding melawan Arab Saudi pada pertandingan setelahnya.
3. Suasana Pertandingan
Suasana pertandingan sangat
menentukan emosi seorang atlet. Sebagai contoh, Taufik Hidayat kerap mundur
dari pertandingan gara-gara merasa dicurangi oleh wasit. Kondisi tersebut tentu
saja tidak menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh kondisi pertandingan
yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi atlet dalam menyelesaikan
atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas atau Penampilan
Motivasi juga ditentukan oleh tugas
atau penampilan yang dilakukan. Jika tugas berhasil dengan baik diselesaikan,
keyakinan diri atlet akan meningkat. Dengan keyakinan diri yang tinggi,
motivasi juga akan mengalami kenaikan. Tugas yang berhasil dilaksanakan akan memberi
tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih giat.
F.
Cara Meningkatkan Motivasi
Motivasi memegang peranan yang
penting dalam olahraga prestasi. Seorang atlet harus mampu menjaga motivasinya
agar tetap dalam level yang tinggi baik dalam proses latihan maupun pada saat
menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah kondisi yang tidak bisa
berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami perubahan, sehingga
diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada level yang optimal.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi atlet, diantara adalah:
1. Menetapkan Sasaran (Goal Setting)
Konsep dasar dari goal setting
adalah menciptakan tantangan bagi atlet untuk dilewati. Secara sederhana, goal
setting merangsang atlet untuk mencapai sesuatu baik dalam proses latihan
maupun dalam sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan tentang metode goal
setting ini agar berjalan secara efektif.
Yang perlu diperhatikan pertama
adalah sasaran harus spesifik agar atlet mempunyai ukuran atas pencapaiannya.
Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan sasaran. Tingkat kesulitan ini akan
mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya. Sasaran yang terlalu sulit
akan membuat atlet ragu untuk bisa mencapainya. Seandainya gagal, hal itu
justru akan melemahkan keyakinan diri atlet. Sebaliknya, sasaran juga tidak
bisa dibuat terlalu mudah karena tidak akan memberi rangsangan untuk berbuat
lebih. Semakin menantang sasaran yang harus dicapai, upaya dari seorang atlet
untuk meraihnya juga akan semakin besar (Wann, 1997).
Sasaran juga harus dibuat bertingkat
dengan membedakan sasaran jangka pendek dan jangka panjang. Sasaran jangka
pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih sasaran yang lebih tinggi.
Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka panjangnya. Untuk mencapai hal
tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai level Sea Games atau Asian Games
terlebih dahulu.
Mengikuti kompetisi yang rutin dan
berjenjang adalah salah satu bentuk menentukan sasaran yang efektif. Dengan
banyak mengikuti kompetisi, seorang pelatih akan lebih mudah menentukan
prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi dijadikan sebagai
ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga targetnya tidak perlu
terlalu tinggi.
Berikutnya, atlet harus selalu
diberi feedback atas setiap pencapaian yang dia selesaikan. Dengan feedback
yang spesifik ini, atlet akan mengetahui kekurangan dan kekuatan dirinya,
sehingga atlet akan mempunyai informasi untuk meningkatkan dirinya. Dengan
menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet akan selalu terpacu untuk
tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang dihadapi.
2. Persuasi Verbal
Persuasi Verbal adalah metode yang
paling mudah untuk dilakukan. Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah
orang-orang yang sering memberikan persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal
adalah membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
Selain itu, Persuasi verbal bisa
juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering disebut dengan istilah Self
talk. Self talk adalah metode persuasi verbal untuk atlet sendiri.
Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah membantu atlet untuk
mendapatkan gambaran yang positif baik tentang kemampuannya atau mengenai
suasana pertandingan. Self talk ini diyakini mampu menumbuhkan keyakinan
diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat menjalani pertandingan.
Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar semangat maka gambaran
pesimisme atlet akan hilang dari persepsinya.
3. Imagery Training
Metode berikutnya yang cukup
membantu memacu motivasi para atlet adalah dengan melakukan imagery training
atau latihan pembayangan. Dalam latihan pembayangan ini atlet diajak untuk
memvisualisasikan situasi pertandingan yang akan dijalani. Secara detil, atlet
harus menggambarkan keseluruhan pertandingan, mulai dari situasi lapangan,
penontong, lawan dan segala macam yang terlibat dalam pertandingan itu. Setelah
mendapat gambaran yang riil, maka atlet diajak untuk mencari solusi atas
persoalan yang mungkin muncul dalam pertandingan.
Sebagian pemain mengembangkan
persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi lawan yang berat, tangguh dan sulit
dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang muncul akibat ketegangan sebelum
pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai kemampuan diri sendiri.
Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan situasi pertandingan yang
berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet sebelum bertanding. Metode
Imagery training mengajak para pemain untuk mencari atas kemungkinan
persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan kekuatan diri, pukulan andalan
atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi objektif pada persepsi seorang atlet.
4. Motivasi Supertisi ( Takhayul )
Adalah suatu bentuk kepercayaan
kepada susuatu yang menrupakan suatu simbul dan yang di anggap mempunyai daya
kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini dapat mengubah tngkah laku
menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar kemauanya untuk sukses.
5. Motivasi Dengan Gambar
Terutama gambar atau poster yang ada
berhubungnya dengan cabang olahraga yang di geluti misalnya, gambar Ben Johnson
yang sedang lari,gambar adegan yang menarik dalam pertandingan sepak bola,
ganbar Mike Tyson dan alin-lain.
6. Meningkatkan Kemampuan Atlet
Kemampuan atlet meliputi skill
teknis dan fisik. Skill dan fisik yang bagus, akan mempengaruhi
keinginan untuk mencapai prestasi yang maksimal. Skill yang prima dapat
dilihat dan dievaluasi melalui pertandingan yang diikuti oleh atlet. Untuk itu
diperlukan metode kepelatihan yang modern dan efektif untuk meningkatkan
keterampilan seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan pencapaian teknik
dan fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
7. Motivasi insentif (Reward)
Reward ini adalah metode yang paling
banyak digunakan untuk memacu motivasi atlet. Bonus, hadiah atau jabatan
tertentu digunakan untuk memotivasi atlet. Reward ini ditujukan untuk menggugah
motivasi ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming bonus yang besar, diharapkan
atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan lawannya.
Salah satu kelemahan dari metode ini
adalah kemungkinan menciptakan ketergantungan dari para atlet. Banyak atlet
hanya termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus tersebut daripada alasan lain,
Sehingga tidak jarang atlet melakukan upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang.
Penggunaan doping adalah salah satu cara yang paling sering ditempuh oleh
seorang atlet demi tampil maksimal dan mendapatkan hadiah atas kemenangannya.
Untuk itulah, reward ini harus diberikan sebagai pelengkap dari metode
lain dan harus diberikan secara bijaksana.
8. Motivasi Karena Takut
Ketakutan atau takut terhadap
sesuatu dapat merupakan motivasi yang kuat bagi seseorang.:
·
Perasaan
yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan pertandingan tersebut
(sportif).
·
Kekuatan
atlit dalam porsi latihan yang diberikan.
·
Perasaan
takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team (diskors).
·
Perasaan
takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan atau sasaran yang di
tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan beruasaha sekuat tenaga dalam batas
sportitifitas.
G. Berbagai Motivasi Berolahraga
Motivasi
berolahraga bervariasi antara individu yang satu dengan lain karena perbedaan
kebutuhan dan kepentingan, baik disebabkan karena perbedaan tingkat
perkembangan umurnya, minat, pekerjaan, dan kebutuhan – kebutuhan lainnya.
Motivasi
berolahraga bagi anak – anak, remaja, dan para orang tua yang tidak
mempersiapkan diri untuk pertandingan antara lain :
1) Untuk dapat
bersenang – senang dan mendapat kegembiraan
2) Untuk
melepaskan ketegangan psikis
3) Untuk
mendapatkan pengalaman esthetis
4) Dapat
berhubungan dengan orang lain (mencari teman)
5) Untuk
kepentingan kebanggaan kelompok
6) Untuk
memelihara kesehatan badan
7) Untuk
keperluan kebutuhan praktis sesuai pekerjaannya.
Menurut Singer
(1984) meskipun anak – anak yang satu bebeda dengan anak – anak yang lain,
namun Michael Passer, seorang psikolog olahraga dikalangan pemuda atas hasil
penelitiannya adalah menunjukkan adanya indikasi enam kategori utama motif –
motif yang menumbuhkan minat anak – anak berpartisipasi dalam program – program
olah raga yaitu :
1) Untuk mengembangkan
keterampilan dan kemampuan.
2) Untuk
berhubungan dan mencari teman.
3) Untuk
mencapai sukses dan mendapat pengakuan.
4) Untuk
latihan dan menjadi sehan dan bugar.
5) Untuk
menyalurkan enersi.
6) Untuk
mendapatkan pengalaman penuh tantangan dan yang mengembirakan.
Lebih lanjut
Singer menegaskan bahwa motivasilah yang mendorong seseorang mencapai tujuan,
dan selalu berusaha melakukan sesuatu dengan sebaik – baiknya. Beberapa
pendekatan yang dilakukan para orang tua dan pelatih terhadap atlit, oleh singer
dikelompokkan dalam bentuk – bentuk
1) Pemberian penghargaan
2) Hukuman – hukuman
3) Ancaman – ancaman
4) Pengakuan.
Pendapat singer
ini merupakan upaya untuk mengembangkan prosedur atau cara – cara : “reward – punishment” yaitu cara – cara
dengan memberi penghargaan dan menghukum yang biasa dilakukan dalam bidang
pendidikan. Untuk menimbulkan motivasi dan juga memelihara motivasi, dimana
pengaruh – pengaruh dapat datang dari berbagai pihak, dan bukan hanyan dari
orang tua dan pelatih saja, maka pendapat singer tersebut patut diperhatikan
dalam upaya menimbulkan dan memelihara motivasi atlet.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan
diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu :
”Motivasi Olahraga” adalah
keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri individu yang
menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi
arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Olahraga
merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis
dan ideal antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
Peran motivasi intrinsik dan
ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam pertandingan atlet atau
tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi penonton yang banyak. Sebelum
dan selama pertandingan mereka selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih
baik teknik, strategi maupun dorongan semangat, agar mereka dapat bermain
sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan. Situasi penonton, lapangan yang
baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali
lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri
atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya
sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
B.
Saran
Dari uraian kesimpulan diatas, maka
kami memberikan saran semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
setiap pembaca dalam proses pembelajaran ataupun penambahan wawasan dalam ilmu
pengetahuan. Umumnya dibidang psikologi olahraga dan khususnya dalam materi
motivasi dalam olahraga.
DAFTAR PUSTAKA
Singgih D. GUnarsa (2004), Psikologi
Olahraga Prestasi, Jakarta; BPK Gunung Mulia
Monly P. Satiadarma (2000),
Dasar-dasar Psikologi Olahraga, Jakarta; Pustaka Sinar Harapan
Yunus Mahmud dan Uray Johannes
(1991/1992), Psikologi Olahraga, malang; Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar