Senin, 02 Desember 2013

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN

1. PRINSIP BEBAN LEBIH (OVERLOAD PRINCIPLE)
Prinsip ini mengatakan bahwa beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah yang lebih tinggi dan cukup bengis. Jika latihan dilakukan secara sistematis maka tubuh atlet akan dapat menyesuiakan diri semaksimal mungkin. Jika beban latihan terlalu ringan peningkatan prestasi tidak akan terjadi. Jangan memberikan beban latihan yang terlalu berat.
Jika terlalu berat maka system faaliah tubuh tidak mampu untuk beradaptasai. Pelatih disarankan untuk menerapkan atau sering diistilahkan dengan sistem ombak, yaitu penambahan beban latihan secara bertahap yang diselingi dengan tahap pengurangan beban. Pelatih harus berhati-hati memberikan beban latihan kepada atletnya. Jangan karena pelatih terlalu bermbisi atlet dibebani dengan latihan yang berat.

2. PRINSIP PERKEMBANGAN MENYELURUH
Pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlet dengan program latihan yang menjurus pada spesialisasi yang sempit terlalu dini. Atlet harus diberi kebebasan untuk menjelajahi beragam aktivitas keterampilan fisik lainnya.  Atlet yang dasar perkembangan multilateralnya baik, biasanya juga akan mencapai prestasi optimalnya dalam waktu yang lebih cepat dan juga biasanya juga akan bisa bertahan di puncak.

3. PRINSIP SPESIALISASI
Apa pun cabang olahraga yang diikutinya, tujuan serta motif atlet biasanya adalah untuk melakukan spesialisasi cabang olahraga tersebut. Menurut Ozolin Bompa, (1994) menganjurkan agar aktivitas-aktivitas motorik yang khusus mempunyai pengaruh yang baik terhadap latihan, maka latihan harus didasarkan pada dua hal, yaitu (a) melakukan latihan yang spesifik bagi cabang olahraga tersebut, dan (b) melakukan latihan khusus untuk mengembangkan kemampuan biomotorik pada olahraga tersebut. Penerapan prinsip spesialisasi kepada nak-anak dan atlet-atlet muda harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan yang cerdik.

4. PRINSIP INDIVIDUALISASI
Setiap atlet berbeda dalam kemampuan, potensi dan karakteristik belajarnya. Seluruh konsep latihan haruslah disusun sesuai dengan kekhasasn setiap individu agar tujuan latihan dapat tercpai semaksimal mungkin. Jadi kesimpulannya, bahwa latihan harus direncanakan dan disesuaikan bagi setiap individu agar dengan demikian latihan tersebut memberikan hasil yang maksimal.

5. PRINSIP INTENSITAS LATIHAN
Intensitas latihan mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam satu unit waktu tertentu, atau berat ringnnya kinerja yang dilakukan dalam latihan. Makin banyak kerja yang dilakukan dalam suatu unit tertentu, makin tinggi intensitas latihannya.contoh: satu menit lempar bola 60 bola adalah lebih intensif daripada 30 bola. Intensif tidaknya latihan tergantung dari beberapa faktor:
a.       Beban latihan
b.      Kecepatan dalam melakukan gerakan-gerakan.
c.       Lama-tidaknya interval di antara repetisi-repetisi.
d.      Stres mental yang dituntut dalam latihan.

6. PRINSIP KUALITAS LATIHAN
Latihan yang berkualitas haruslah penuh dengan makna dan harus dilandasi oleh konsep yang jelas tentang apa yang akan dan harus dilakukan atlet, demikian pula manakala intervensi IPTEK diterapkan dalam latihan. Latihan-latihan yang walaupun kurang intensif, namun bermutu seringkali lebih bermanfaat daripada latihan yang intensif namun tidak bermutu.

7. PRINSIP VARIASI DALAM LATIHAN
Tidak mengherankan kalau latihan dan kerja keras sering dapat menyebabkan rasa bosan dan lesu pada atlet. Hal ini sering terjadi pada program latihan jangka panjang. Oleh karena itu, sesi-sesi latihan harus diselingi dengan variasi-variasi latihan untuk menyegarkan atlet kembali baik fisik maupun psikis.

8. PRINSIP KEMBALI ASAL (REVERSIBILITY)
Freeman (1991) mengatakan bahwa fitness akan meurun kalau beban latihan tidak ditambah secara berkelanjutan (kontinu). Freeman juga menganjurkan agar beban latihan secara periodic ditingkatkan. Perlu dicatat bahwa, agar terasa manfaatnya dari latihan, beban atau intensitas latihan harus sedikitnya di antara 60% - 70% dari kemampuan maksimal atlet (MHR). Jadi, atlet yang ingin meningkatkan prestasinya secara progresif harus berlatih secara kontinu. Deikian pula untuk meningkatkan aspek-aspek teknik dan taktik. Atlet-atlet professional berlatih sedikitnya 5 hari dalam seminggu pagi dan sore (10 sesi).

9. PRINSIP SPESIFIK (SPECIFICITY)
Prinsip spesifik mengatakan bahwa manfaat maksimal yang  bisa diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi jika rangsangan tersebut mirip atau menyerupai gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut. Contohnya: untuk menguasai olahraga gulat, orang harus berlatih gerakan-gerakan gulat, bukan gerakan judo meskipun gulat dan judo ada kemiripan.
Pelatih wajib tahu sistem energy apa dan unsur-usur fisik apa yang paling dibutuhkan dan paling dominan untuk cabang olahraga yang dilatihnya. Pada waktu melatih kelompok otot-otot pun tetap berlaku prinsip spesifik. Boleh saja memeberikan latihan bagi unsur-unsur fisik yang lain seperti kekuatan, daya ledak, kelincahan, dll., asal porsi latihannya tidak sebanyak porsi latihan untuk unsur-unsur yang paling dominan.

10. PRINSIP PEMULIHAN (RECOVERY)
Perkembangan prestasi atlet bukan semata-mata bergantung pada intensitas berat-ringannya latihan, namun juga pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan, atau antara dua rangsangan latihan. Density atau densitas mengacu pada hubungan yang dinyatakan antara latihan dan fase istirahat. Densitas yang cukup antara dua rangsangan latihan akan bisa menjamin efisiensi latihan sehingga bisa menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan.
Lamanya recovery tergantung dari kelelahan yang dirasakan atlet dari rangsangan latihan sebelumnya. Metode yang cukup obyektif untuk menentukan lamanya istirahat antara dua rangsangan latihan ialah dengan sistem penghitungan HR (Heart Rate) atau metode denyut nadi. Dianjurkan denyut nadi turun dulu antara 120 - 140 sebelum rangsangan berikutnya diberikan.

11. PRINSIP ASAS OVERKOMPENSASI
Overkompensasi mengacu kepada dampak latihan dan regenerasi pada organisme tubuh kita yang merupakan dasar biologis. Selama masa istirahat ini, sumber-sumber energy biokemikal bukan saja diganti/dikompensasi, namun akan pula meningkat sampai melewati keadaan dan tingkat kondisi semula. Namun perlu dicatat bahwa overkompensasi maksimal hanya bisa dicapai kalau stimulus yang diberikan dalam latihan cukup tinggi, artinya lebih dari 60% agar terasa training effectnya.
Kalau masa istirahatnya berlangsung terlalu lama, maka overkompensasi akan memudar atau menghilang sama sekali sehingga akan terjadi proses yang disebut involusi. Fase involusi adalah fase perkembangan yang amat minim dari kemampuan peforma kita. Apabila pada fase yang optimal, yaitu pada tahap overkompensasi ini, tubuh tidak diberikan stimulus atau rangsangan lain, maka akan terjadi involusi. Karena itu, jika latihannya tidak dilakukan secara kontinu maka potensi peforma lama-kelamaan akan menurun.

12. PRINSIP VOLUME LATIHAN
Volume latihan ialah kuantitas beban latihan dan materi latihan yang dilaksanakan secara aktif. Volume latihan bisa dinyatakan dalam:
a)      Total waktu berlangsunya kegiatan
b)      Jarak yang harus ditempuh atau berat beban yang harus diangkat per satuan detik.
c)      Jumlah repetisi dalam melakukan suatu aktivitas, atau dalam melatih suatu unsur.teknik tertentu.
Semakin tinggi tingkat prestasi atlet, semakin banyak pula jumlah volume latihan yang harus dilakukan. Volume yang terlalu sedikit, demikian pula intensitasnya rendah, maka proses adaptasi tidak akan terjadi.

13. PRINSIP LAMA LATIHAN
Waktu latihan sebaiknya adalah pendek akan tetapi berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Kecuali waktunya yang pendek, latihan harus juga dilakukan sesering mungkin. Suatu keuntungan, dari latihan-latihan yang pendek adalah bahwa hal ini akan terus membawa atlet dalam alam berfikir tentanglatihannya. Apabila waktu latihan berlangsung terlalu lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah bahwa atlet akan memandang setiap latihan sebagai suatu siksaan.

14. PRINSIP TES-TES UJI COBA
Tujuan mengikuti pertandingan-pertandingan uji coba tersebut adalah:
a)      Untuk memberikan pengalaman atlet dan tim untuk bertanding dalam suasana pertandingan yang sebenarnya.
b)     Untuk mengetahui kekurangan-kekurangan atlet atau tim.
c)      Untuk menguji kemampuan taktis regu kita dalam menghadapiberbagai strategi dan taktik lawan.
d)     Untuk memberikan pengalaman terlibat dalam situasi-situasi stress fisik dan mental pertandingan.
Jadwal pertandingan uji coba harus disusun dengan cerdik dan sedemukuan rupa sehingga menjamin atlet untuk mencapai prestasi puncaknya pada saat yang tepat. Setiap pertandingan uji coba haruslah diarahkan kepada sasaran utama.

15. PRINSIP ADAPTASI LATIHAN
Jika stress yang diberikan dalam latihan tidak cukup berat guna menantang tubuh kita, maka adaptasi tidak akan terjadi. Kalau beban latihan yang dirasakan terlalu ringan oleh atlet, maka proses adaptasi juga tidak akan terjadi. Oleh karena itu,  pelatih harus pandai mengira-ngira bahwa beban yang diberikan pada atlet tidaklah terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan. Diperkirakan bahwa beban yang kurang dari 60% dari MHR adalah terlalu ringan untuk memfasilitasi terjadinya adaptasi.

16. PRINSIP PEMANASAN (WARMING-UP)
Tujuan utama pemanasan ialah untuk menghindari diri dari kemungkinan terjadinya cedera pada otot, sendi, atau bagian tubuh lain. Prosedur pelaksanaan pemanasan adalah:
a)      Peregangan statis : untuk semua sendi dan otot, sekedar agar jangan terasa kaku.
b)      Jogging: usai peregangan statis dilanjutkan dengan lari sejauh 1500 m.
c)      Usai jogging lakukan bentuk-bentuk latihan kalistenik dengan peregangan dinamis.
d)     Prosedur pemanasan diakhiri dengan melakukan tiga atau empat wind sprint.
Lamanya waktu pemansan bisa sekitar 30 menit, namun bisa juga di tambah tergantung dari suhu udara daerah tertentu atau cabang olahraganya. Cool down atau pendinginan. Cooling down didesain untuk mengembalikan fungsi-fungsi tubuh ke normal secara bertahap.




2 komentar: