PRINSIP-PRINSIP
LATIHAN
1. PRINSIP BEBAN LEBIH (OVERLOAD PRINCIPLE)
Prinsip ini mengatakan bahwa beban latihan yang
diberikan kepada atlet haruslah yang lebih tinggi dan cukup bengis. Jika
latihan dilakukan secara sistematis maka tubuh atlet akan dapat menyesuiakan
diri semaksimal mungkin. Jika beban latihan terlalu ringan peningkatan prestasi
tidak akan terjadi. Jangan memberikan beban latihan yang terlalu berat.
Jika terlalu berat maka system faaliah tubuh tidak
mampu untuk beradaptasai. Pelatih disarankan untuk menerapkan atau sering
diistilahkan dengan sistem ombak, yaitu penambahan beban latihan secara
bertahap yang diselingi dengan tahap pengurangan beban. Pelatih harus
berhati-hati memberikan beban latihan kepada atletnya. Jangan karena pelatih
terlalu bermbisi atlet dibebani dengan latihan yang berat.
2. PRINSIP PERKEMBANGAN MENYELURUH
Pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi
atlet dengan program latihan yang menjurus pada spesialisasi yang sempit terlalu
dini. Atlet harus diberi kebebasan untuk menjelajahi beragam aktivitas
keterampilan fisik lainnya. Atlet yang
dasar perkembangan multilateralnya baik, biasanya juga akan mencapai prestasi
optimalnya dalam waktu yang lebih cepat dan juga biasanya juga akan bisa
bertahan di puncak.
3. PRINSIP SPESIALISASI
Apa
pun cabang olahraga yang diikutinya, tujuan serta motif atlet biasanya adalah
untuk melakukan spesialisasi cabang olahraga tersebut. Menurut Ozolin Bompa,
(1994) menganjurkan agar aktivitas-aktivitas motorik yang khusus mempunyai
pengaruh yang baik terhadap latihan, maka latihan harus didasarkan pada dua
hal, yaitu (a) melakukan latihan yang spesifik bagi cabang olahraga tersebut,
dan (b) melakukan latihan khusus untuk mengembangkan kemampuan biomotorik pada
olahraga tersebut. Penerapan prinsip spesialisasi kepada nak-anak dan
atlet-atlet muda harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan yang cerdik.
4. PRINSIP INDIVIDUALISASI
Setiap
atlet berbeda dalam kemampuan, potensi dan karakteristik belajarnya. Seluruh
konsep latihan haruslah disusun sesuai dengan kekhasasn setiap individu agar
tujuan latihan dapat tercpai semaksimal mungkin. Jadi kesimpulannya, bahwa
latihan harus direncanakan dan disesuaikan bagi setiap individu agar dengan
demikian latihan tersebut memberikan hasil yang maksimal.
5. PRINSIP INTENSITAS LATIHAN
Intensitas
latihan mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam satu unit waktu
tertentu, atau berat ringnnya kinerja yang dilakukan dalam latihan. Makin
banyak kerja yang dilakukan dalam suatu unit tertentu, makin tinggi intensitas
latihannya.contoh: satu menit lempar bola 60 bola adalah lebih intensif
daripada 30 bola. Intensif tidaknya latihan tergantung dari beberapa faktor:
a.
Beban latihan
b.
Kecepatan dalam
melakukan gerakan-gerakan.
c.
Lama-tidaknya
interval di antara repetisi-repetisi.
d.
Stres mental
yang dituntut dalam latihan.
6. PRINSIP KUALITAS LATIHAN
Latihan
yang berkualitas haruslah penuh dengan makna dan harus dilandasi oleh konsep
yang jelas tentang apa yang akan dan harus dilakukan atlet, demikian pula
manakala intervensi IPTEK diterapkan dalam latihan. Latihan-latihan yang
walaupun kurang intensif, namun bermutu seringkali lebih bermanfaat daripada
latihan yang intensif namun tidak bermutu.
7. PRINSIP VARIASI DALAM LATIHAN
Tidak
mengherankan kalau latihan dan kerja keras sering dapat menyebabkan rasa bosan
dan lesu pada atlet. Hal ini sering terjadi pada program latihan jangka
panjang. Oleh karena itu, sesi-sesi latihan harus diselingi dengan
variasi-variasi latihan untuk menyegarkan atlet kembali baik fisik maupun
psikis.
8. PRINSIP KEMBALI ASAL (REVERSIBILITY)
Freeman (1991) mengatakan bahwa fitness akan meurun
kalau beban latihan tidak ditambah secara berkelanjutan (kontinu). Freeman juga
menganjurkan agar beban latihan secara periodic ditingkatkan. Perlu dicatat
bahwa, agar terasa manfaatnya dari latihan, beban atau intensitas latihan harus
sedikitnya di antara 60% - 70% dari kemampuan maksimal atlet (MHR). Jadi, atlet
yang ingin meningkatkan prestasinya secara progresif harus berlatih secara
kontinu. Deikian pula untuk meningkatkan aspek-aspek teknik dan taktik.
Atlet-atlet professional berlatih sedikitnya 5 hari dalam seminggu pagi dan
sore (10 sesi).
9. PRINSIP SPESIFIK (SPECIFICITY)
Prinsip spesifik mengatakan bahwa manfaat maksimal
yang bisa diperoleh dari rangsangan
latihan hanya akan terjadi jika rangsangan tersebut mirip atau menyerupai
gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga tersebut. Contohnya: untuk
menguasai olahraga gulat, orang harus berlatih gerakan-gerakan gulat, bukan
gerakan judo meskipun gulat dan judo ada kemiripan.
Pelatih wajib tahu sistem energy apa dan unsur-usur
fisik apa yang paling dibutuhkan dan paling dominan untuk cabang olahraga yang
dilatihnya. Pada waktu melatih kelompok otot-otot pun tetap berlaku prinsip
spesifik. Boleh saja memeberikan latihan bagi unsur-unsur fisik yang lain
seperti kekuatan, daya ledak, kelincahan, dll., asal porsi latihannya tidak
sebanyak porsi latihan untuk unsur-unsur yang paling dominan.
10. PRINSIP PEMULIHAN (RECOVERY)
Perkembangan prestasi atlet bukan semata-mata
bergantung pada intensitas berat-ringannya latihan, namun juga pada pemberian
istirahat yang cukup seusai latihan, atau antara dua rangsangan latihan. Density atau densitas mengacu pada hubungan
yang dinyatakan antara latihan dan fase istirahat. Densitas yang cukup antara
dua rangsangan latihan akan bisa menjamin efisiensi latihan sehingga bisa
menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan.
Lamanya recovery tergantung dari kelelahan yang
dirasakan atlet dari rangsangan latihan sebelumnya. Metode yang cukup obyektif
untuk menentukan lamanya istirahat antara dua rangsangan latihan ialah dengan
sistem penghitungan HR (Heart Rate) atau metode denyut nadi. Dianjurkan denyut
nadi turun dulu antara 120 - 140 sebelum rangsangan berikutnya diberikan.
11. PRINSIP ASAS OVERKOMPENSASI
Overkompensasi mengacu kepada dampak latihan dan
regenerasi pada organisme tubuh kita yang merupakan dasar biologis. Selama masa
istirahat ini, sumber-sumber energy biokemikal bukan saja diganti/dikompensasi,
namun akan pula meningkat sampai melewati keadaan dan tingkat kondisi semula.
Namun perlu dicatat bahwa overkompensasi maksimal hanya bisa dicapai kalau
stimulus yang diberikan dalam latihan cukup tinggi, artinya lebih dari 60% agar
terasa training effectnya.
Kalau masa istirahatnya berlangsung terlalu lama,
maka overkompensasi akan memudar atau menghilang sama sekali sehingga akan
terjadi proses yang disebut involusi. Fase involusi adalah fase perkembangan
yang amat minim dari kemampuan peforma kita. Apabila pada fase yang optimal,
yaitu pada tahap overkompensasi ini, tubuh tidak diberikan stimulus atau
rangsangan lain, maka akan terjadi involusi. Karena itu, jika latihannya tidak
dilakukan secara kontinu maka potensi peforma lama-kelamaan akan menurun.
12. PRINSIP VOLUME LATIHAN
Volume latihan ialah kuantitas beban latihan dan
materi latihan yang dilaksanakan secara aktif. Volume latihan bisa dinyatakan
dalam:
a)
Total waktu
berlangsunya kegiatan
b)
Jarak yang harus
ditempuh atau berat beban yang harus diangkat per satuan detik.
c)
Jumlah repetisi
dalam melakukan suatu aktivitas, atau dalam melatih suatu unsur.teknik
tertentu.
Semakin tinggi
tingkat prestasi atlet, semakin banyak pula jumlah volume latihan yang harus
dilakukan. Volume yang terlalu sedikit, demikian pula intensitasnya rendah,
maka proses adaptasi tidak akan terjadi.
13. PRINSIP LAMA LATIHAN
Waktu latihan sebaiknya adalah pendek akan tetapi
berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Kecuali waktunya
yang pendek, latihan harus juga dilakukan sesering mungkin. Suatu keuntungan,
dari latihan-latihan yang pendek adalah bahwa hal ini akan terus membawa atlet
dalam alam berfikir tentanglatihannya. Apabila waktu latihan berlangsung
terlalu lama dan terlalu melelahkan maka bahayanya adalah bahwa atlet akan
memandang setiap latihan sebagai suatu siksaan.
14. PRINSIP TES-TES UJI COBA
Tujuan mengikuti
pertandingan-pertandingan uji coba tersebut adalah:
a)
Untuk memberikan
pengalaman atlet dan tim untuk bertanding dalam suasana pertandingan yang
sebenarnya.
b)
Untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan atlet atau tim.
c)
Untuk menguji
kemampuan taktis regu kita dalam menghadapiberbagai strategi dan taktik lawan.
d)
Untuk memberikan
pengalaman terlibat dalam situasi-situasi stress fisik dan mental pertandingan.
Jadwal pertandingan uji coba harus disusun dengan
cerdik dan sedemukuan rupa sehingga menjamin atlet untuk mencapai prestasi
puncaknya pada saat yang tepat. Setiap pertandingan uji coba haruslah diarahkan
kepada sasaran utama.
15. PRINSIP ADAPTASI LATIHAN
Jika stress yang diberikan dalam latihan tidak cukup
berat guna menantang tubuh kita, maka adaptasi tidak akan terjadi. Kalau beban
latihan yang dirasakan terlalu ringan oleh atlet, maka proses adaptasi juga
tidak akan terjadi. Oleh karena itu,
pelatih harus pandai mengira-ngira bahwa beban yang diberikan pada atlet
tidaklah terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan. Diperkirakan bahwa beban
yang kurang dari 60% dari MHR adalah terlalu ringan untuk memfasilitasi terjadinya
adaptasi.
16. PRINSIP PEMANASAN (WARMING-UP)
Tujuan utama pemanasan ialah untuk menghindari diri
dari kemungkinan terjadinya cedera pada otot, sendi, atau bagian tubuh lain.
Prosedur pelaksanaan pemanasan adalah:
a)
Peregangan
statis : untuk semua sendi dan otot, sekedar agar jangan terasa kaku.
b)
Jogging: usai
peregangan statis dilanjutkan dengan lari sejauh 1500 m.
c)
Usai jogging
lakukan bentuk-bentuk latihan kalistenik dengan peregangan dinamis.
d)
Prosedur
pemanasan diakhiri dengan melakukan tiga atau empat wind sprint.
Lamanya waktu pemansan bisa sekitar 30 menit, namun
bisa juga di tambah tergantung dari suhu udara daerah tertentu atau cabang
olahraganya. Cool down atau pendinginan. Cooling down didesain untuk
mengembalikan fungsi-fungsi tubuh ke normal secara bertahap.
sangat bermanfaat gan,,terima kasih
BalasHapuswww.hiithighintensityintervaltraining.ga
Bermanfaat tapi nyalinnya bikin pegel tau
BalasHapus